tag:blogger.com,1999:blog-56446898380257236952024-02-01T21:08:23.503-08:00ZackyZacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.comBlogger22125tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-73041761868536860512011-04-03T08:11:00.000-07:002011-04-03T08:13:53.353-07:00Keturunan Nabi Muhammad saw & Silsilah Nabi<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOqwKtOx1mkpbH_rhllgA6ZmfgPGSJLpkR0VbZPf0RIOrhGIQM1ttNKvYb2yu1uAR_WTbDBR3m5Yjxg_ryvNS9lNbK7k5xSFt1L2tZXd4Wuv5NlbzcXeMcP68QxX4RnNK2iWbQECG_HqyY/s1600/keturunan-nabi-saw-yang-mulia.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="223" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOqwKtOx1mkpbH_rhllgA6ZmfgPGSJLpkR0VbZPf0RIOrhGIQM1ttNKvYb2yu1uAR_WTbDBR3m5Yjxg_ryvNS9lNbK7k5xSFt1L2tZXd4Wuv5NlbzcXeMcP68QxX4RnNK2iWbQECG_HqyY/s320/keturunan-nabi-saw-yang-mulia.jpg" width="320" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzYWXRFvlMrSTxlOZaiLcLI0qo8i9yT84VRxodP4VyySmlc5lVekJ0hgksb7szWUSPzSa-pfa_pqthYLexZcDDp49HDpC3MQ2HdR_dGSaICkK7hSacDvUoXqLhXt9PSGqqTYO0VuPCpmoG/s1600/silsilah+nabi.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhzYWXRFvlMrSTxlOZaiLcLI0qo8i9yT84VRxodP4VyySmlc5lVekJ0hgksb7szWUSPzSa-pfa_pqthYLexZcDDp49HDpC3MQ2HdR_dGSaICkK7hSacDvUoXqLhXt9PSGqqTYO0VuPCpmoG/s320/silsilah+nabi.jpg" width="320" /></a></div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-77805753476689543742011-04-03T07:37:00.001-07:002011-04-03T07:37:11.961-07:00AL HABIB ALWI BIN ALI AL HABSYI<h3 class="western">AL HABIB ALWI BIN ALI AL HABSYI </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYAvi58xS6xKllhUdO-sD1wF6OtTe1Ky6YA3aWOXAunZxOVk4t1-8u3iSK8nneapDFggqYLErA2BVhjpKWxN_-HGvWX64sklMJpjHergNosKB8k2X8Ee2_TvNawoa8Wk4tdA8cHBJ8gXU/s320/habib+Alwy+ali+alhbsy.jpg" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;">Betapa sedihnya Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi. Pemuda berusia 22 tahun itu ditinggal mati ayahnya, Habib Ali bin Muhammad Al- Habsyi, Sohibul Simtud Duror, pada tahun 13331 H / 1913 M. kota Seiyun, Hadramaut, yaman, itu terasa asing bagi ayah satu anak ini, Habib Alwi adalah anak bungsu, paling disayang Habib Ali. Begitu juga, Habib Alwi pun begitu menyayangi ayahnya, sehingga dirinya bagaikan layangan yang putus benangnya.<br />
<br />
Hababah Khodijah, kakak sulungnya, yang terpaut 20 tahun, merasakan kesedihan adiknya yang telah diasuhnya sejak kecil. Daripada hidup resah dan gelisah, oleh putrid Habib Ali Al-Habsyi, Habib Alwi disarankan untuk berwisata hati ke Jawa, menemui kakaknya yang lain, Habib Ahmad bin Ali Al-Habsyi di Betawi.<br />
Habib Alwi pergi ke Jawa ditemani Salmin Douman, antri senior Habib Ali Al-Habsyi, sekaligus sebagai pengawal. Beliau meninggalkan istri yang masih mengandung di Seiyun, yang tak lama kemudian melahirkan, dan anaknya diberi nama Ahmad bin Alwi Al-Habsyi.<br />
<br />
Kabar kedatangan Habib Alwi telah menyebar di Jawa, karena itulah banyak murid ayahnya ( Habib Ali Al-Habsyi ) di Jawa menyambutnya, dan menanti kedatangannya di kota masing-masing.<br />
<br />
Pertama kali Habib Alwi tinggal di Betawi beberapa saat. Kemudian beliau ke Garut, Jawa Barat, menikah lagi. Dari wanita ini lahir Habib Anis dan dua adik perempuan. Lalu, beliau pindah ke Semarang, Jawa Tengah. Disana beliau menikah lagi, dianugerahi banyak anak, dan yang sekarang masih hidup adalah Habib Abdullah dan Fathimah.<br />
<br />
Selanjutnya beliau pindah lagi ke Jatiwangi, Jawa Barat, dan menikah lagi dengan wanita setempat. Dari perkawinan itu, beliau memilki enam anak, tiga lelaki dan tiga perempuan. Di antaranya adalah Habib Ali bin Alwi Al-Habsyi serta Habib Fadhil bin Alwi yang meninggal pada akhir Agustus 2006.<br />
<br />
Akhirnya, Habib Alwi pindah ke Solo, Jawa Tengah. Pertama kali, Habib Alwi sekeluarga tinggal di Kampung Gading, di tempat seorang raden dari Kasunan Surakarta. Kemudian beliau mendapatkan tanah wakaf dari Habib Muhammad Al-Aydrus ( kakek Habib Musthafa bin Abdullah Al-Aydrus, Pemimpim Majlis Dzikir Ratib Syamsisy Syumus ), seorang juragan tenun dari kota Solo, di Kampung Gurawan.<br />
<br />
Wakaf itu dengan ketentuan : didirikan masjid, rumah, dan halaman di antara masjid dan rumah. Masjid tersebut didirikan pada tahun 1354 H / 1934 M. Habib Ja’far Syaikhan Assegaf mencatat tahun selesainya pembangunan Masjid Riyadh itu dengan sebuah ayat 14 surah Shaf ( 61 ) di dalam al-Qur’an, yang huruf-hurufnya berjumlah 1354. ayat tyersebut, menurut Habib Ja’far yang meninggal di Pasuruan 1374 H / 1954 M ini, sebagai pertanda bahwa Habib Alwi akan terkenal dan menjadi khalifah pengganti ayahnya, Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi.<br />
<br />
Sementara rumah di Gurawan No.6 itu lebih dahulu berdiri dan halaman yang ada kini disambung dengan masjid dan rumah menjadi ruang Zawiyah ( pesantren ) dan sering digunakan untuk kegiatan haul, Maulid, dan berbagai kegiatan keagamaan lainnya. Struktur ruang Zawiyah ini seperti Raudhah, taman surga di dinia, yaitu ruang antara kamar Nabi saw dan masjid Nabawi. Sekarang bangunan bertambah dengan bangunan empat lantai yang menghdap ke Jln. Kapten Mulyadi 228, yang oleh sementara kalangan disebut Gedung Al-Habsyi.<br />
<br />
Tentang rumah Habib Alwi di Solo, Syekh Umar bin Ahmad Baraja’, seorang giru di Gresik, pernah berujar, rumahnya di Solo seakan Ka’bah, yang dikinjungi banyak orang dari berbagai daerah. Ucapan ulama ini benar. Sekarang, setiap hari rumah dan masjidnya dikinjungi para habib dan muhibbin dari berbagai kota untuk tabarukan atau mengaji.<br />
<br />
Habib Alwi telah memantapkan kemaqamannya di Solo. Masjid Riyadh dan Zawiyahnya semakin ramai dikunjungi orang. Beliau tidak saja mengajar dan menyelemggarakan kegiatan keagamaan sebagaimana dulu ayahnya di Seiyun, Hadramaut. Namun beliau juga memberikan terapi jiwa kepada orang-orang yang hatinya mendapat penyakit.<br />
<br />
Ketika di Surabaya, bertempat di rumah Salim bin Ubaid, diceritakan Habib Alwi didatangi seseorang dari keluarga Chaneman, yang mengeluhkan keadaan penyakit ayahnya dan minta doa’ dari Habib Alwi. Beliau mendoa’kan dan menganjurkannya untuk memakai cincin yang terbuat dari tanduk kanan kerbau yang berkulit merah. “Insya Allah. Penyakitmu akan sembuh.” Katanya waktu itu.<br />
<br />
Tahun 1952, Habib Alwi melawat ke kota-kota di Jawa Timur. Kunjungannya disertai Sayyid Muhammad bin Abdullah Al-Aydrus, Habib Abdul Qadir bin Umar Mulchela ( ayah Habib Husein Mulachela ), Syekh Hadi bin Muhammad Makarim, Ahmad bin Abdul Deqil dan Habib Abdul Qadir bin Husein Assegaf ( ayah Habib tayfiq Assegaf, Pasuruan ), yang kemudian mencatatnya dalam sebuah buku yang diterjemahkan Habib Novel bin Muhammad Al-Aydrus berjudul Menjemput Amanah.<br />
<br />
Perjalanan rombongan Habib Alwi ke Jawa Timur itu berangkat tahun 1952. tujuan utama perjalanan tersebut adalah mengunjungi Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf ( 1285-1376 H / 1865-1956 M ) di Gresik. Namun beliau juga bertemu Habib Husein bin Muhammad Al-Haddad ( 1303-1376 H / 1883-1956 M ) di Jombang, Habib Ja’far bin Syeikhan ( 1289-1374 H / 1878-1954 M ) di Pasuruan dan ulama lainnya.<br />
<br />
Setahun setelah kepergiannya ke Jawa Timur, pada tahun 1953 Habib Alwi pergi ke kota Palembang untuk menghadiri pernikahan kerabatnya. Namun, di kota itu, beliau menderita sakit beberapa saat. Seperti tahu bahwa saat kematiannya semakin dekat, beliau memanggil Habib Anis, anak lelaki tertua yang berada di Solo. Dalam pertemuan itu beliau menyerahkan jubahnya dan berwasiat untuk meneruskan kepemimpinannya di Masjid dan Zawiyah Riyadh di Solo. Habib Anis, yang kala itu berusia 23 tahun, dan baru berputra satu orang, yaitu Habib Husein, harus mengikuti amanah ayahnya.<br />
<br />
“Sebetulnya waktu itu Habib Anis belum siap untuk menggantikan peran ayahnya. Tetapi karena menjunjung amanah, wasiat itu diterimanya. Jadi dia adalah anak muda yang berpakaian tua.” Tutur Habib Ali Al-Habsyi, adik Habib Anis dari lain ibu.<br />
<br />
Akhirnya Habib Alwi meninggal pada bulan Rabi’ul awal 1373 H / 27 November 1953. pihak keluarga membuka tas-tas yang dibawa oleh Habib Alwi ketika berangkat ke Palembang. Ternyata satu koper ketika dibuka berisi peralatan merawat mayat, seperti kain mori, wangi-wangian, abun dan lainnya. Agaknya Habib Alwi telah diberi tanda oleh Allah swt bahwa akhir hidupnya sudah semakin dekat.<br />
<br />
Namun ada masalah dengan soal pemakaman, Habib Alwi berwasiat supaya dimakamkan di sebelah selatan Masjid Riyadh Solo.sedang waktu itu tidak ada penerbangan komersil dari Palembang ke Solo. Karena itulah, pihak keluarga menghubungi AURI untuk memberikan fasilitas penerbangan pesawat buat membawa jenazah Habib Alwi ke Solo. Ternyata banyak murid Habib Alwi yang bertugas di Angkatan Udara, sehingga beliau mendapatkan fasilitas angkutan udara. Karena itu jenazah disholatkan di tiga tempat : Palembang, Jakarta dan Solo.<br />
<br />
Ada peristiwa unik yang mungkin baru pertama kali di Indonesia, bahkan di Dunia. Para kerabat dan Kru pesawat terbang AURI membacakan Tahlil di udara.<br />
<br />
Masalah lain timbul lagi. Pada tahun itu, sulit mendapatkan izin memakamkan seseorang di lahan pribadi, seperti halaman Masjid Riyadh. Namun berkat kegigihan Yuslam Badres, yang kala itu menjadi anggota DPRD kota Solo, izin pun bisa didapat, khusus dari gubernur Jawa tengah, sehingga jenazah Habib Alwi dikubur di selatan Masjid Riyadh.<br />
<br />
Makamnya sekarang banyak di ziarahi para Habib dan Mihibbin yang datang dari berbagai kota. Beliau dikenang serbagai ulama yang penuh teladan, tangannya tidak lepas dari tasbih, juga dikenal sangat menghormati tamu yang datang kepadanya. Habib Alwi pin tidak pernah disusahkan oleh harta benda. Meski tidak kaya, ketika mengadakan acara haul atau Maulidan, ada saja uang yang didapatnya. Allah swt telah mencukupi rezekinya dari tempat yang tidak terduga. </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-5145117029852859792011-04-03T07:36:00.003-07:002011-04-03T07:36:54.182-07:00AL HABIB AL QUTUB ABU BAKAR BIN MUHAMMAD ASSEGAF<h3 class="western">AL HABIB AL QUTUB ABU BAKAR BIN MUHAMMAD ASSEGAF </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVdQJuzNNz5LYvc0xVBOBPyu_KLYNlPOfX8NUFunQkLlr0SzCuWhnsAiPmD4j0tmWqX0pw4QLUeMT2iwfRipQBMhYOftckKctr6Cv4yHrEhgyfFnE6tQ6TDjZTQIYoHsRVXIx7tEltV1c/s320/Habib-Abu-Bakar-Assegaf.jpg" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;">Al Habib Al Qutub Abubakar bin Muhammad Assegaf lahir di kota Besuki, Jawa Timur, pada tahun 1285 H. Semenjak kecil beliau sudah ditinggal oleh ayahnya yang wafat di kota Gresik. Pada tahun 1293 H, Habib Abubakar kemudian berangkat ke Hadramaut karena memenuhi permintaan nenek beliau, Syaikhah Fatimah binti Abdullah ‘Allan.<br />
<br />
Beliau berangkat kesana ditemani dengan Al-Mukarram Muhammad Bazmul. Sesampainya disana, beliau disambut oleh paman, sekaligus juga gurunya, yaitu Abdullah bin Umar Assegaf, beserta keluarganya. Kemudian beliau tinggal di kediaman Al-Arif Billah Al-Habib Syeikh bin Umar bin Saggaf Assegaf.<br />
Di kota Seiwun beliau belajar ilmu figih dan tasawuf kepada pamannya Al-Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Hiduplah beliau dibawah bimbingan gurunya itu. Bahkan beliau dibiasakan oleh gurunya untuk bangun malam dan shalat tahajud meskipun usia beliau masih kecil. Selain berguru kepada pamannya, beliau juga mengambil ilmu dari para ulama besar yang ada disana. Diantara guru-guru beliau disana antara lain :<br />
<br />
Al-Habib Al-Qutub Ali bin Muhammad Alhabsyi<br />
<br />
Al-Habib Muhammad bin Ali Assegaf<br />
<br />
Al-Habib Idrus bin Umar Alhabsyi<br />
<br />
Al-Habib Ahmad bin Hasan Alatas<br />
<br />
Al-Habib Al-Imam Abdurrahman bin Muhammad Almasyhur (Mufti Hadramaut saat itu).<br />
<br />
Al-Habib Syeikh bin Idrus Alaydrus<br />
<br />
Al-Habib Al-Qutub Ali bin Muhamad Alhabsyi sungguh telah melihat tanda-tanda kebesaran dalam diri Habib Abubakar dan akan menjadi seorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi. Al-Habib Ali Alhabsyi berkata kepada seorang muridnya, “Lihatlah mereka itu, 3 wali min auliyaillah, nama mereka sama, keadaan mereka sama, dan kedudukan mereka sama. Yang pertama, sudah berada di alam barzakh, yaitu Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Abdullah Alaydrus. Yang kedua, engkau sudah pernah melihatnya pada saat engkau masih kecil, yaitu Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Abdullah Alatas. Dan yang ketiga, engkau akan melihatnya di akhir umurmu”.<br />
<br />
Ketika usia murid tersebut sudah menginjak usia senja, ia bermimpi melihat Nabi SAW 5 kali dalam waktu 5 malam berturut-turut. Dalam mimpinya itu, Nabi SAW berkata kepadanya, “(terdapat kebenaran) bagi yang melihatku di setiap kali melihat. Kami telah hadapkan kepadamu cucu yang sholeh, yaitu Abubakar bin Muhammad Assegaf. Perhatikanlah ia”.<br />
<br />
Murid tersebut sebelumnya belum pernah melihat Habib Abubakar, kecuali di mimpinya itu. Setelah itu ingatlah ia dengan perkataan gurunya, Al-Habib Ali Alhabsyi, “Lihatlah mereka itu, 3 wali min auliyaillah…”. Tidak lama setelah kejadian mimpinya itu, ia pun meninggal dunia, persis sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Habib Ali bahwa ia akan melihat Habib Abubakar di akhir umurnya.<br />
<br />
Setelah menuntut ilmu disana, pada tahun 1302 H beliau pun akhirnya kembali ke pulau Jawa bersama Habib Alwi bin Saggaf Assegaf, dan menuju kota Besuki. Disinilah beliau mulai mensyiarkan dakwah Islamiyyah di kalangan masyarakat. Kemudian pada tahun 1305 H, disaat usia beliau masih 20 tahun, beliau pindah menuju kota Gresik.<br />
<br />
Di pulau Jawa, beliaupun masih aktif mengambil ilmu dan manfaat dari ulama-ulama yang ada disana saat itu, diantaranya yaitu :<br />
<br />
Al-Habib Abdullah bin Muhsin Alatas (Bogor)<br />
<br />
Al-Habib Abdullah bin Ali Alhaddad (wafat di Jombang)<br />
<br />
Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alatas (Pekalongan)<br />
<br />
Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Umar Bin Yahya (Surabaya)<br />
<br />
Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi (Surabaya)<br />
<br />
Al-Habib Muhammad bin Ahmad Almuhdhor (wafat di Surabaya)<br />
<br />
Pada suatu hari disaat menunaikan shalat Jum’at, datanglah ilhaamat rabbaniyyah kepada diri beliau untuk ber- uzlah dan mengasingkan diri dari keramaian duniawi dan godaannya, menghadap kebesaran Ilahiah, ber-tawajjuh kepada Sang Pencipta Alam, dan menyebut keagungan nama-Nya di dalam keheningan. Hal tersebut beliau lakukan dengan penuh kesabaran dan ketabahan.<br />
<br />
Waktu pun berjalan demi waktu, sehingga tak terasa sudah sampai 15 tahun lamanya. Beliau pun akhirnya mendapatkan ijin untuk keluar dari uzlahnya, melalui isyarat dari guru beliau, yaitu Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi. Berkata Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi, “Kami memohon dan ber-tawajjuh kepada Allah selama 3 malam berturut-turut untuk mengeluarkan Abubakar bin Muhammad Assegaf dari uzlahnya”. Setelah keluar dari uzlahnya, beliau ditemani dengan Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi berziarah kepada Al-Imam Al-Habib Alwi bin Muhammad Hasyim Assegaf.<br />
<br />
Sehabis ziarah, beliau dengan gurunya itu langsung menuju ke kota Surabaya dan singgah di kediaman Al-Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Masyarakat Surabaya pun berbondong-bondong menyambut kedatangan beliau di rumah tersebut. Tak lama kemudian, Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi berkata kepada khalayak yang ada disana seraya menunjuk kepada Habib Abubakar, “Beliau adalah suatu khazanah daripada khazanah keluarga Ba’alawi. Kami membukakannya untuk kemanfaatan manusia, baik yang khusus maupun yang umum”.<br />
<br />
Semenjak itu Habib Abubakar mulai membuka majlis taklim dan dzikir di kediamannya di kota Gresik. Masyarakat pun menyambut dakwah beliau dengan begitu antusias. Dakwah beliau tersebar luas…dakwah yang penuh ilmu dan ikhlas, semata-mata mencari ridhallah. Dalam majlisnya, beliau setidaknya telah mengkhatamkan kitab Ihya Ulumiddin sebanyak 40 kali. Dan merupakan kebiasaan beliau, setiap kali dikhatamkannya pembacaan kitab tersebut, beliau mengundang jamuan kepada masyarakat luas.<br />
<br />
Beliau adalah seorang yang ghirahnya begitu tinggi dalam mengikuti jalan, atribut dan akhlak keluarga dan Salafnya Saadah Bani Alawi. Majlis beliau senantiasa penuh dengan mudzakarah dan irsyad menuju jalan para pendahulunya. Majlis beliau tak pernah kosong dari pembacaan kitab-kitab mereka. Inilah perhatian beliau untuk tetap menjaga thoriqah salafnya dan berusaha berjalan diatas… qadaman ala qadamin bi jiddin auza’i.<br />
<br />
Itulah yang beliau lakukan semasa hayatnya, mengajak manusia kepada kebesaran Ilahi. Waktu demi waktu berganti, sampai kepada suatu waktu dimana Allah memanggilnya. Disaat terakhir dari akhir hayatnya, beliau melakukan puasa selama 15 hari, dan setelah itu beliau pun menghadap ke haribaan Ilahi. Beliau wafat pada tahun 1376 H pada usia 91 tahun. Jasad beliau disemayamkan di sebelah masjid Jami, Gresik.<br />
<br />
Walaupun beliau sudah berpulang ke rahmatillah, kalam-kalam beliau masih terdengar dan membekas di hati para pendengarnya. Akhlak-akhlak beliau masih menggoreskan kesan mendalam di mata orang-orang yang melihatnya. Hal-ihwal beliau masih mengukir keindahan iman di kehidupan para pecintanya.<br />
<br />
<i>Radhiyallahu anhu wa ardhah…</i><br />
<br />
——————————————————————————————-<br />
<br />
<b>Sebuah perjalanan religius seorang kekasih Allah hingga maqom Shiddiqiyyah Kubro</b><br />
<br />
Beliau adalah Al-Imam al-Quthbul Fard al-Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin Abu Bakar bin Al-Habib Umar bin Segaf as-Segaf (seorang imam di lembah Al-Ahqof). Garis keturunan beliau yang suci ini terus bersambung kepada ulama dari sesamanya hingga bermuara kepada pemuka orang-orang terdahulu, sekarang dan yang akan datang, seorang kekasih nan mulia Nabi Muhammad S.A.W. Beliau terlahir di kampung Besuki (salah satu wilayah di kawasan Jawa Timur) tahun 1285 H. Ayahanda beliau ra. wafat di kota Gresik, sementara beliau masih berumur kanak-kanak.<br />
<br />
Sungguh al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf tumbuh besar dalam asuhan dan penjagaan yang sempurna. Cahaya kebaikan dan kewalian telah tampak dan terpancar dari kerut-kerut wajahnya, sampai-sampai beliau R.a di usianya ke-3 tahun mampu mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada dirinya. Semua itu tak lain karena power (kekuatan) dan kejernihan rohani beliau, serta kesiapannya untuk menerima curahan anugerah dan Fath (pembuka tabir hati) darinya.<br />
<br />
Pada tahun 1293 H, atas permintaan nenek beliau yang sholehah Fatimah binti Abdullah (Ibunda ayah beliau), beliau merantau ditemani oleh al-Mukaram Muhammad Bazamul ke Hadramaut meninggalkan tanah kelahirannya Jawa. Di kala al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf akan sampai di kota Sewun, beliau di sambut di perbatasan kota oleh paman sekaligus guru beliau al-Allamah Abdullah bin Umar berikut para kerabat. Dan yang pertama kali dilantunkan oleh sang paman bait qosidah al-Habib al-Arifbillah Syeh bin Umar bin Segaf seorang yang paling alim di kala itu dan menjadi kebanggaan pada jamannya. Dan ketika telah sampai beliau dicium dan dipeluk oleh pamannya. Tak elak menahan kegembiraan atas kedatangan sang keponakan dan melihat raut wajahnya yang memancarkan cahaya kewalian dan kebaikan berderailah air mata kebahagiaan sang paman membasahi pipinya.<br />
<br />
Hati para kaum arifin memiliki ketajaman pandang<br />
Mampu melihat apa yang tak kuasa dilihat oleh pemandang.<br />
<br />
Sungguh perhatian dan didikan sang paman telah membuahkan hasil yang baik pada diri sang keponakan. Beliau belajar kepada sang paman al-Habib Abdullah bin Umar ilmu fiqh dan tasawuf, sang paman pun suka membangunkannya pada akhir malam ketika beliau masih berusia kanak-kanak guna menunaikan shalat tahajjud bersama-sama, al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf mempunyai hubungan yang sangat kuat dalam menimba ilmu dari para ulama dan pemuka kota Hadramaut. Sungguh mereka (para ulama) telah mencurahkan perhatiannya pada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Maka beliau ra. Banyak menerima dan memparoleh ijazah dari mereka. Diantara para ulama terkemuka Hadramaut yang mencurahkan perhatiannya kepada beliau, adalah al-Imam al-Arifbillah al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, (seorang guru yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya kepada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf).<br />
<br />
Sungguh Habib Ali telah menaruh perhatiannya kepada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf semenjak beliau masih berdomisili di Jawa sebelum meninggalkannya menuju Hadramaut.<br />
<br />
Al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi berkata kepada salah seorang murid seniornya “Perhatikanlah! Mereka bertiga adalah para wali, nama, haliyah, dan maqom (kedudukan) mereka sama. Yang pertama adalah penuntunku nanti di alam barzakh, beliau adalah Quthbul Mala al-Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Aidrus, yang kedua, aku melihatnya ketika engkau masih kecil beliau adalah al-Habib al-Ghoust Abu Bakar bin Abdullah al-Atthos, dan yang ketiga engkau akan melihat sendiri nanti di akhir dari umurmu”.<br />
<br />
Maka tatkala memasuki tahun terakhir dari umurnya, ia bermimpi melihat Rosulullah SAW sebanyak lima kali berturut-turut selama lima malam, sementara setiap kali dalam mimpi Beliau SAW mengatakan kepadanya (orang yang bermimpi) ” Lihatlah di sampingmu, ada cucuku yang sholeh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf”! Sebelumnya orang yang bermimpi tersebut tidak mengenal al-Habib Abu Bakar Assegaf kecuali setelah dikenalkan oleh Baginda Rosul al-Musthofa SAW didalam mimpinya. Lantas ia teringat akan ucapan al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi dimana beliau pernah berkata “Mereka bertiga adalah para wali, nama dan kedudukan mereka sama”. Setelah itu ia (orang yang bermimpi) menceritakan mimpinya kepada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf dan tidak lama kemudian ia meninggal dunia.<br />
<br />
Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf mendapat perhatian khusus dan pengawasan yang istimewa dari gurunya al Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi sampai-sampai Habib Ali sendiri yang meminangkan beliu dan sekaligus menikahkannya. Selanjutnya (diantara para masyayikhnya) adalah al Allamah al Habib Abdullah bin Umar Assegaf sebagai syaikhut tarbiyah, al Imam al Quthb al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi sebagai syaikhut taslik, juga al Mukasyif al Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Quthban sebagai syaikhul fath. Guru yang terakhir ini sering memberi berita gembira kepada beliau “Engkau adalah pewaris haliyah kakekmu al Habib Umar bin Segaf”. Sekian banyak para ulama para wali dan para kaum sholihin Hadramaut baik itu yang berasal dari Sewun, Tarim dan lain-lain yang menjadi guru al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, seperti al Habib Muhammad bin Ali Assegaf, al Habib Idrus bin Umar al-Habsyi, al Habib Ahmad bin Hasan al-Atthas, al Habib Abdurrahman al-Masyhur, juga putera beliau al Habib Ali bin Abdurrahman al-Masyhur, dan juga al Habib Syekh bin Idrus al-Idrus dan masih banyak lagi guru beliau yang lainnya.<br />
<br />
Pada tahun 1302 H, ditemani oleh al Habib Alwi bin Segaf Assegaf al Habib Abu Bakar Assegaf pulang ketanah kelahirannya (Jawa) tepatnya di kampung Besuki. Selanjutnya pada tahun 1305 H, ketika itu beliau berumur 20 tahun beliau pindah ke kota Gresik sambil terus menimba ilmu dan meminta ijazah dari para ulama yang menjadi sinar penerang negeri pertiwi Indonesia, sebut saja al Habib Abdullah bin Muhsin al-Atthas, al Habib Abdullah bin Ali al-Haddad, al Habib Ahmad bin Abdullah al-Atthas, al Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya, al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi,al Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdlar, dan lain sebagainya.<br />
<br />
Kemudian pada tahun 1321 H, tepatnya pada hari jum’at ketika sang khatib berdiri diatas mimbar beliau r.a mendapat ilham dari Allah SWT bergeming dalam hatinya untuk mengasingkan diri dari manusia semuanya. Terbukalah hati beliau untuk melakukannya, seketika setelah bergeming beliau keluar dari masjid jami’ menuju rumah kediamannya. Beliau al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf ber-uzlah atau khalwat (mengasingkan diri) dari manusia selama lima belas tahun bersimpuh dihadapan Ilahi Rabbi. Dan tatkala tiba saat Allah mengizinkan beliau untuk keluar dari khalwatnya, guru beliau al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi mendatanginya dan memberi isyarat kepada beliau untuk mengakhiri masa khalwatnya, al Habib Muhammad al-Habsyi berkata “selama tiga hari kami bertawajjuh dan memohon kepada Allah agar Abu Bakar bin Muhammad Assegaf keluar dari khalwatnya”, lantas beliau menggandeng al Habib Abu Bakar Assegaf dan mengeluarkannya dari khalwatnya. Kemudian masih ditemani al Habib Muhammad al-Habsyi beliau r.a menziarahi al Habib Alawi bin Muhammad Hasyim, sehabis itu meluncur ke kota Surabaya menuju ke kediaman al Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Sambil menunjuk kepada al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi memproklamirkan kepada para hadirin “Ini al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf termasuk murtiara berharga dari simpanan keluarga Ba ‘Alawi, kami membukanya agar bisa menularkan manfaat bagi seluruh manusia”.<br />
<br />
Setelah itu beliau membuka majlis ta’lim dirumahnya, beliau menjadi pengayom bagi mereka yang berziarah juga sebagai sentral (tempat rujukan) bagi semua golongan diseluruh penjuru, siapa pun yang mempunyai maksud kepada beliau dengan dasar husnudz dzan niscaya ia akan meraih keinginannya dalam waktu yang relatif singkat. Di rumah beliau sendiri, al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf telah menghatamkan kitab Ihya’ Ulumuddin lebih dari 40 kali. Pada setiap kali hatam beliau selalu menghidangkan jamuan yang istimewa. al Habib Abu Bakar Assegaf betul-betul memiliki ghirah (antusias) yang besar dalam menapaki aktivitas dan akhlaq para aslaf (pendahulunya), terbukti dengan dibacanya dalam majlis beliau sejarah dan kitab-kitab buah karya para aslafnya.<br />
<br />
Adapun maqom (kedudukan) al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, beliau telah mencapai tingkat Shiddiqiyah Kubro. Hal itu telah diakui dan mendapat legitimasi dari mereka yang hidup sezaman dengan beliau. Berikut ini beberapa komentar dari mereka.<br />
<br />
al Imam al Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdhar berkata,<br />
<i><br />
“Demi fajar dan malam yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil. Sungguh al Akh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah mutiara keluarga Segaf yang terus menggelinding (maqomnya) bahkan membumbung tinggi menyusul maqom-maqom para aslafnya”.</i><br />
<br />
Al Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad berkata,<br />
<i><br />
“Sesungguhnya al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang Quthb al Ghaust juga sebagai tempat turunnya pandangan (rahmat) Allah SWT”</i>.<br />
<br />
Al Arif billah al Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi pernah berkata di rumah al Habib Abu Bakar Assegaf dikala beliau membubuhkan tali ukhuwah antara beliau dengan al Habib Abu Bakar Assegaf, pertemuan yang diwarnai dengan derai air mata. Habib Ali berkata kepada para hadirin ketika itu,<br />
<br />
“<i>Lihatlah kepada saudaraku fillah Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Lihatlah ia..! Maka melihat kepadanya termasuk ibadah”</i><br />
<br />
Al Habib Husein bin Muhammad al-Haddad berkata,<br />
<i><br />
“Sesungguhnya al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang khalifah. Beliau adalah penguasa saat ini, belia telah berada pada Maqom as Syuhud yang mampu menyaksikan (mengetahui) hakekat dari segala sesuatu. Beliau berhak untuk dikatakan “Dia hanyalah seorang hamba yang kami berikan kepadanya (sebagai nikmat)”.</i></div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-62321048649352560082011-04-03T07:36:00.001-07:002011-04-03T07:36:25.997-07:00AL HABIB JA'FAR BIN SYAIKHAN ASSEGAF<h3 class="western"><a href="" name="5892194061874212053"></a>AL HABIB JA'FAR BIN SYAIKHAN ASSEGAF </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" height="290" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjzaLPaLmu3OueyNFbF8flZjNaWfcQsJACrrdX9f3RcBVcjj-MkWg1s3mJR1_ceIfFQ2F53wQ-BY5K7qqTjM07Rq0I0PCqXDLTkWGkxmLMAB-YUSm9EpDj13m9CGHMTqE21KPJSJY8_Wko/s320/HABIB+JA%27FAR+BIN+SYAIKHAN+ASSEGAF.jpg" width="272" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;">Beliau adalah Al-Habib Ja’far bin Syaikhan bin Ali bin Hasyim bin Syeikh bin Muhammad bin Hasyim Assegaf. Ibunya seorang wanita sholehah, Ruqayyah binti Muhammad Manqusy. Beliau dilahirkan di kota Ghurfah, Hadramaut pada tahun 1298 H. Sebagaimana kebanyakan para Salaf Bani Alawi, semenjak kecil beliau mendapat pendidikan langsung dari ayahnya, Al-Habib Syaikhan bin Ali Assegaf. Selain beliau menuntut ilmu kepada ayahnya, beliau juga mengambil ilmu dari ulama-ulama besar di Hadramaut, diantaranya :<br />
<br />
Al-Habib Idrus bin Umar Alhabsyi (pengarang ‘Iqdul Yawaaqit)<br />
<br />
Al-Imam Al-Qutub Al-Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi (shohibul Simthud Durar)<br />
<br />
Al-Imam Al-Habib Ahmad bin Hasan Alatas<br />
<br />
Beberapa tahun kemudian, berangkatlah beliau ke kota Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Semangat beliau untuk menuntut ilmu seakan tak pernah pupus. Kesempatan beliau berada di kota Makkah tak beliau sia-siakan. Kesempatan itu beliau pergunakan untuk menuntut ilmu dari para ulama yang ada disana, diantaranya :<br />
<br />
Al-Habib Husin bin Muhammad Alhabsyi ( Mufti Syafi`i Haramain )<br />
<br />
Al-Habib Muhammad bin Salim As-Sirry<br />
<br />
Al-Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdhor<br />
<br />
Beliau terkenal sebagai hafiz dan mufassir al-Quran yang hebat sehingga guru beliau, Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdhor memberikan gelar "al-Quran berjalan" bagi beliau, di mana sering tatkala bertemu dengan Habib Ja'far, gurunya tersebut akan berkata: "Ahlan bil Quran wa ahlan bi ahlil Quran". Bahkan gurunya tersebut sering menyerahkan tugas menjadi imam kepada beliau kerana dalam bacaannya amat elok menurut hukum tajwid serta penuh kekhusyukan. Kekhusyukan dan kehadiran hati beliau ini meliputi para makmum sehingga mereka turut merasa kenikmatan khusyuk dan hudhur.<br />
<br />
Habib 'Alwi bin 'Ali al-Habsyi pernah berkata: "Ketika mendengar bacaan Habib Ja'far, aku mengikuti pendapat yang mengatakan bahawa membaca al-Fatihah di belakang imam dalam shalat jahriyyah tidak wajib kerana hudhur yang kurasakan dari bacaannya." Sehingga dikatakan juga oleh yang lain bahawa: "Kalau Habib Ja'far membaca al-Quran, maka setiap huruf yang beliau ucapkan itu seakan-akan berbentuk.<br />
<br />
Beliau beramal sesuai amal mereka dan berakhlak persis akhlak mereka. Beliau juga setekun para leluhurnya dalam melaksanakan amal-ibadah, selalu bertaqarrub kepada Allah dengan melakukan berbagai kesholehan. Antara wiridannya setiap hari ialah mengkhatamkan kitab suci al-Quran dan memperbanyakkan sholawat atas Junjungan s.a.w. Malamnya indah dihiasi qiyamul lail dan menyendiri di tempat khusus untuk bermunajat dan bertaqarrub.<br />
<br />
Setelah dari kota Makkah Al-Mukarramah, kembalilah beliau ke kota kelahirannya, Ghurfah. Disana beliau kemudian diangkat menjadi imam masjid jami Ghurfah. Beliau tinggal di kota tersebut selama 8 tahun. Setelah itu beliau pindah ke kota Tarim. Disana beliau dipercaya mengajar di Rubath Tarim, sebuah sekolah yang banyak sekali mencetak ulama-ulama besar. Di kota Tarim beliau tinggal selama 2 tahun. Kemudian setelah itu, beliau berhijrah ke Indonesia dan tinggal di kota Bondowoso. Tak lama kemudian, beliau lalu pindah ke kota Pasuruan dan menetap disana.<br />
<br />
Di kota Pasuruan, beliau berdakwah mengibarkan bendera Laa ilaaha illallah. Beliau membuka majlis taklim dan mengajak masyarakat kepada agama Allah. Pribadinya yang arif menyebabkan beliau menjadi tempat bermusyawarah, mencari perlindungan dan pengayom masyarakat. Beliau selalu memberikan nasihat-nasihat agama dan petunjuk ke arah yang benar. Akhlak beliau mencontoh para pendahulunya yang penuh dengan sifat tawadhu, sabar, dan ramah. Tidaklah itu semua kecuali mengambil daripada akhlak-akhlak Rasulullah SAW.<br />
<br />
Sungguh memuliakan tetamu itu sebahagian daripada keimanan, dan berhati-hatilah kita tatkala melayani para tetamu kita, jangan sampai kita menjadikan tetamu kita tersebut sebagai pelayan kita. Ingat sabdaan Junjungan Nabi s.a.w. yang diriwayatkan oleh Imam ad-Dailami: "Bodohlah orang yang menjadikan tetamunya sebagai khadam (yakni tetamu pula yang jadi sibuk melayan tuan rumah dan bukan sebaliknya)". Melihat kedalaman ilmu beliau terutama dalam ilmu tafsir dan disertai dengan keagungan akhlak beliau, Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al Muhdhor pernah mengatakan bahwa beliau adalah Al-Qur’an yang berjalan. Begitulah keadaan beliau yang menjadi figur bagi keluarga dan masyarakatnya.<br />
<br />
Kehidupan berputar terus dan beliau selalu mengisinya dengan kebaikan. Sampai pada suatu saat dimana Allah hendak memanggilnya. Berpulanglah beliau menuju mardhotillah pada hari Senin, tanggal 14 Jumadil Akhir 1374 H. Jasad beliau lalu disemayamkan di samping masjid jami Pasuruan.<br />
<br />
Begitulah kehidupan beliau sebagai profil manusia yang penuh dengan kebaikan dan kemuliaan. Meskipun beliau telah berpulang, ruh kehidupan beliau senantiasa menghidupkan kalbu-kalbu para pengenangnya…mengisi sisi-sisi kehidupan para pecintanya… </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-91361297286964326282011-04-03T07:35:00.002-07:002011-04-03T07:35:27.774-07:00AL HABIB SALIM BIN HAFIDZ BIN SYEIKH ABU BAKAR BIN SALIM<h3 class="western">AL HABIB SALIM BIN HAFIDZ BIN SYEIKH ABU BAKAR BIN SALIM </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" height="320" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhyTJRzQy9fCRCYFj3-qziWgTQQW3GulUiWV7iWTRcK5msNM-PUvwqWMaJNa0ikOTmLKPkli44WHwuCN4Rfe3kqDsljE_jVcTteqHAV0xGwpoOudwQy84NBVpDZmPv78eemKTniyoNFWD8/s320/Habib-Salim-bin-Hafiz.jpg" width="224" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;">Beliau adalah datuk kepada Habib ‘Umar bin Muhammad Bin Hafiz yang masyhur dewasa ini. Beliau lahir di Bondowoso, Pulau Jawa pada 25 Syawwal 1288H / 6 Januari 1872M. Kemudian beliau dibawa ayahandanya balik ke Kota Misythah, Hadhramaut ketika beliau berusia kira-kira 8 tahun. Beliau menerima didikan awal daripada ayahnya dan beberapa ulama di Kota Misythah antaranya dengan Mu’allim ‘Abud bin Sa’id BaSyu’aib dan Mu’allim ‘Abdullah bin Hasan BaSyu’aib. Pada 1304H, beliau meneruskan pencarian ilmunya dengan mendatangi Kota Tarim al-Ghanna. Di kota berkah ini, beliau menimba pengetahuan agama daripada para ulama di sana antaranya Mu’allim ‘Abdullah bin Ahmad BaGharib dan Habib ‘Abdur Rahman bin Muhammad al-Masyhur. Selain Kota Tarim, beliau turut mengadakan perjalanan sama ada untuk mendalami ilmunya juga untuk menyebarkan ilmu dan dakwah ke Seiwun, Du’an, al-Haramain, Zanzibar, Mombasa, India dan tidak ketinggalan tanah kelahirannya, Pulau Jawa.<br />
<br />
Di negeri-negeri yang dikunjunginya, beliau tidak melepaskan peluang untuk mengadakan pertemuan dan menjalinkan hubungan dengan para ulama dan awliya’ yang menetap di sana. Hasil pertemuan dan hubungan ini, baik berupa wasiat, nasihat dan ijazah beliau kumpulkan dalam satu catatan yang dinamakannya “Minhah al-Ilah fil ittishal bi ba’dhi awliya“. <br />
<br />
Habib Salim terkenal sebagai seorang ulama yang bersifat khumul yang tidak suka namanya dikenali orang. Apa yang penting baginya ialah keridhaan Allah s.w.t., dan bukannya penghargaan manusia. Di akhir hayatnya, sifat khumul ini semakin terserlah bila beliau sentiasa berusaha bersungguh-sungguh untuk menyembunyikan dirinya dalam majlis-majlis umum dengan duduk di shaf yang paling belakang. Beginilah sikap beliau sehingga beliau dipanggil pulang ke rahmatUllah pada tahun 1387H di Kota Misythah. Walaupun beliau tidak meninggalkan karya ilmiyyah yang banyak, tetapi perjuangannya diteruskan zuriatnya antaranya oleh anakandanya Habib Muhammad bin Salim dan kini teruskan oleh cucu-cucunya Habib ‘Umar bin Muhammad dan Habib ‘Ali Masyhur bin Muhammad. Moga rahmat Allah sentiasa dicucuri ke atas roh beliau dan ditempatkan beliau bersama nendanya Junjungan Nabi s.a.w. … al-Fatihah. </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-43016603781703113232011-04-03T07:35:00.000-07:002011-04-03T07:35:09.325-07:00SAYYID ALAWI BIN ABBAS AL MALIKI<h3 class="western">SAYYID ALAWI BIN ABBAS AL MALIKI </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiblubFNoVA7y8kufRyZOMbz2SRLohXT__DZqfjcNcQ2ZhEuV3RO4ugjZsJIOOo9s23WIgxt4UyfOlM8WLQnJS3B567-4JOonmnq-hOsArBf1zzgceeGDh5Q5n8k8w_lB8SBKPyA0MvcaY/s1600/alawi+al-maliki.jpg" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;">Beliau adalah Sayyid ‘Alawi bin ‘Abbas bin ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abbas bin Muhammad al-Maliki al-Idrisi al-Hasani. Beliau adalah keturunan Idris al-Azhar bin Idris al-Akbar bin ‘Abdullah al-Kamil bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan, putera kepada Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fathimah al-Zahra’ binti Rasulullah SAW.<br />
<br />
Dilahirkan di rumah al-Maliki berhampiran Bab as-Salam pada tahun 1328H. menghafal al-Quran ketika berusia 10 tahun dan menjadi imam sholat tarawikh di Masjidilharam. Belajar di Madrasah al-Falah dan tamat pada tahun 1346H. Kemudian menjadi tenaga pengajar di madrasah tersebut. Mengajar di halaqahnya di Masjidilharam berdekatan dengan Bab as-Salam selama 40 tahun. Juga dilantik menjadi jurunikah di Mekah. Beliau wafat pada tanggal 25 Shafar 1391H dipangkuan pelayan (khadam) beliau, iaitu Tuan Guru Haji Mas’ud Telok Intan<br />
<br />
Antara guru guru beliau adalah :<br />
<br />
Ayahndanya sendiri Sayyid ‘Abbas bin ‘Abdul Aziz al-Maliki; <br />
<br />
al-Muhaddits al-Haramain Syaikh Umar Hamdan al-Mahrisi; <br />
<br />
Syaikh Habibullah asy-Syanqiti; <br />
<br />
Syaikh Muhammad ‘Ali bin Hussin al-Maliki;<br />
<br />
Syaikh Jamal al-Maliki;<br />
<br />
Syaikh al-Qurra’ Syaikh at-Tiji; <br />
<br />
Syaikh ‘Abdullah Hamaduh;<br />
<br />
Syaikh Hasaan as-Said as-Sanuri;<br />
<br />
Syaikh amin Suwid ad-Dimasyqi;<br />
<br />
Syaikh Mahmud al’Attor ad-Dimasyqi;<br />
<br />
Syaikh Isa Rawwas;<br />
<br />
Syaikh Salim Syafie;<br />
<br />
Syaikh Ahmad Nadhirin;<br />
<br />
Syaikh Muhammad al-‘Arabi at-Tabbani; <br />
<br />
Syaikh Yahya Aman; <br />
<br />
Syaikh Muhammad Khidir asy-Syanqiti;<br />
<br />
Syaikh Muhammad al-Mujtaba asy-Syanqiti;<br />
<br />
Syaikh Umar BaJunaid;<br />
<br />
Syaikh ‘Abdul Sattar ad-Dehlawi<br />
<br />
Selain itu beliau juga meriwayatkan ilmu, ijazah dan sanad daripada ulama keluarga Ba’Alawi (ahlul bait yang bernasabkan kepada ‘Alawi bin Ubaidullah bin Ahmad bin Isa al-Muhajir bin Muhammad bin ‘Ali al-Uraidhi bin Ja’far ash-Shodiq bin Muhammad al-Baqir bin ‘Ali Zainal ‘Abidin bin Hussin al-Sibth putera kepada Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah Fathimah al-Zahra’ binti Rasulullah SAW, antaranya: <br />
<br />
al-Habib ‘Aydrus bin Salim al-Bar; <br />
al-Habib Abu Bakar al-Bar; <br />
al-Habib Abdur Rahman bin Ubaidullah as-Seggaf ; <br />
al-Habib Alwi bin Thohir al-Haddad; <br />
al-Habib Musthofa al-Muhdhor; <br />
al-Habib Muhammad bin Hadi as-Seggaf; <br />
al-Habib Umar bin Sumaith; <br />
al-Habib Salim bin Hafidz; <br />
al-Habib Ali bin ‘Ali al-Habsyi; <br />
al-Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad; <br />
al-Habib Ali bin ‘Abdur Rahman al-Habsyi dan <br />
al-Habib Abu Bakar as-Seggaf.<br />
<br />
Beliau juga meriwayatkan ilmu, sanad dan ijazah daripada para ulama terkenal di zamannya, seperti: al-Imam al-Muhaddits Muhammad ‘Abdul Hayy al-Kittani; asy-Syarif ‘Abdul Hafiz al-Fasi; Syaikh Muhammad Zahid al-Kauthari; Syaikh Yusuf bin Ismail an-Nabhani; Syaikh Muhammad Bakhit al-Muti’i; Syaikh Salamah al-‘Azzami; asy-Syarif Ahmad bin Ma’mun al-Balghiti; Syaikh al-Muhaddits Muhammad Ilyas al-Kandahlawi; Syaikh al-Muarrikh al-Yamani Muhammad Zabarah, pengarang Nail al-Wator; al-Imam al-Muhaddits al-Musnid Muhammad ‘Abdul Baqi al-Ayyubi al-Madani; Syaikh Abu al-Khair al-Maidani ad-Dimasyqi; Syaikh al-Mursyid Muhammad Abu al-Nasr Khalaf al-Hims dan al-Imam al-Mursyid asy-Syarif Ahmad as-Sanusi al-Mujahid.<br />
<br />
Kitab karangan beliau: al-‘Iqd al-Munazzam fi Aqsam al-Wahyi al-Mu’azzam; al-Manhal al-Lathir fi ahkam al-Ahadits ad-Dhoif; al-Ibanah al-Ahkam al-Kahanah; Risalah fi Ibtol Nisbah al-Qaul bi Waihdah al-Wujud li ‘Aimmah at-Tasawwuf; Risalah fi al-Ilham; Ibanatul Ahkam Syarh Bulughul Maram; Risalah al-Ahkam at-Taswir; al-Mawaiz ad-Diniyyah [himpunan ceramah beliau diradoi Saudi pada setiap pagi Jum’at]; Nailul Maram Ta’liq ‘ala ‘Umdah al-Ahkam; Fath al-Qarib al-Mujib ‘ala Tahzib al-Targhrib wat Tarhib, Diwan Syairnya. Manakala ananda beliau Sayyid Muhmmad bin ‘Alawi telah mengumpulkan sanad-sanad beliau dalam kitab al-‘Uqud al-Lu’luiyyah bi Asanid al-‘Alawiyyah; dan fatwa-fatwa beliau di dalam kitab Majmu al-Fatawa wa al-Rasail.<br />
<br />
Adapun murid beliau, tidak terhingga banyaknya. Ramai di kalangan ulama Nusantara yang belajar kepada beliau di Mekah. Oleh kerana itulah nama beliau tidak asing lagi di Nusantara.<br />
<br />
Pujian ulama kepadanya:<br />
Kata Imam al-Akbar Dr. ‘Abdul Halim Mahmud, Syaikhul al-Azhar: “…… <i>Sesungguhnya Allah telah menyinari wajahnya di atas kesungguhannya yang kuat terhadap sunnah Rasulullah SAW dalam memikul, memberi kefahaman, pengajaran, pentarbiyahan dan sebagainya jalan menuju Allah….”</i><br />
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz juga pernah memuji Sayyid ‘Alawi sebagaimana diceritakan oleh Syaikh Ahmad al-Haribi (Pemantau Majlis Pengajian di Masjidil Haram): “…. Pada suatu hari Syaikh ‘Bdul Aziz bin Baz berhenti di dalam majlis pengajian Sayyid ‘Alawi al-Maliki dan mendengar pengajaran Sayiid ‘alawi beberapa ketika. Apabila dia berpaling, Syaikh Ahmad al-Haribi bertanya pendapat Syaikh ‘Abdul ‘Aziz Bin Baz tentang pengajaran Sayyid ‘Alawi al-Maliki dan dia berkata: MasyaAllah! MasyaAllah. (menunjukkan ta’jub terhadap ilmu Sayyid ‘Alawi dan pengi’tirafan keatas ketinggian ilmunya)<br />
<br />
Syaikh Muhmmad Said al-Yamani pernah berkata kepada ayahnya Sayyid ‘Abbas al-Maliki: <i>"Sesungguhnya anakmu ‘Alawi akan menjadi perhiasan Masjidilharam."</i><br />
Syaikh Umar Khayyath berkata: Ketika kami berada di dewan rumah Syaikh ‘Ali ibn Hussin al-Maliki di dalam satu majlis, Sayyid ‘Alawi datang, lalau Sayyid ‘Ali al-Maliki berkata: Sesungguhnya anaku ini, ‘Alawi, merupakan orang yang mendapat anugerah dan ilham, di dalam percakapannya penuh dengan keindahan dan keelokkan, dia juga merupakan orang yang dikasihi ramai, semua orang suka mendengar pengajarannya dan aku adalah orang yang pertama suka mendengar kalamnya.<br />
<br />
Setelah kewafatan beliau pada malam Rabu 25 Shafar 1391, tempat beliau diganti oleh anaknya iaitu Sayyid Muhammad, yang kemudiannya muncul sebagai ulama Mekah yang harum namanya diseluruh pelusuk dunia.Selepas kewafatan Sayyid Alawi, anaknya, Sayyid Muhammad telah menggantikan tempat beliau dalam meneruskan usaha dakwah & warisan ulama, di mana akhirnya anaknya ini menjadi ulama terkenal dan dikasihi murid-muridnya serta umat di pelusuk dunia. </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-31532014008350179622011-04-03T07:34:00.001-07:002011-04-03T07:34:23.905-07:00HABIB ALI BIN UMAR BIN ABU BAKAR BAFAQIH ( BALI )<h3 class="western">HABIB ALI BIN UMAR BIN ABU BAKAR BAFAQIH ( BALI ) </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiCrEM3qGyH6btPCxIZfs1IzBpKH5upj3wFJW70kl_w2XMqE7Ai6-TbEdKSn5ZQ9ockMAfCGFed8_hG6h7EIxZ1QVajg3QPwp19CLzEyXKs1927kZi8fwJHY7_NR1AI-2342mkvt11VXNQ/s1600/makam+hb+ali+bafaqih.jpg" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;">Siapa yang sangka ternyata Bali yang di juluki Pulau Dewata ternyata menyimpan khasanah dakwa Islam. Kalau di Pulau Jawa terkenal dengan sebutan Wali Songo (sembian Wali) yang merupakn penyebar Islam Di Nusantara, di Bali disebut Wali Pitu (Tujuh Wali) siapa saja wali pitu yang ada di bali ? Mas Sepuh Raden Raden Amangkuningrat di Kabupaten Badung, Chabib Umar Bin Maulana Yusuf Al Magribi di Tabanan, Chabib Ali Bin abu Bakar Bin Umar Bin Abu Bakar Al Khamid di Klungkung, Habib Ali Zaenal Abidin Al Idrus di Karangasem, Syech Maulana Yusuf Al Baghdi Al Magribi di Karangasem, The Kwan Lie di Buleleng, dan Habib Ali Bin Umar Bin Abu Bakar Bafaqih di Jembrana.<br />
<br />
Disi kami tidak akan membahas semuanya tapi hanya Habib Ali Bin Umar Bin Abu Bakar Bafaqih di Jembrana sekilas tentang kehidupan Beliau dan Makamnya yang sering di kunjungi turis/peziarah dari berbagai pelosok negeri mulai dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Lampung, hingga peziarah yang datang dari Negeri Jiran seperti Trengganu Malaysia.<br />
<br />
HABIB ALI BIN UMAR BIN ABU BAKAR BAFAQIH<br />
<br />
KH. Habib Ali Bafaqih dilahirkan dari pasangan Habib Umar dan Syarifah Nur, Beliau lahir pada tahun 1890 di Banyuwangi. Menjelang usia 20 tahun, atau sekitar tahun 1910, Sayyid Ali “berlayar” ke tanah suci Mekah untuk memperdalam ilmu agamanya. Keberangkatan ke Mekah ini atas “sponsor” Haji Sanusi, ulama terkemuka di Banyuwangi pada masa itu. Beliau mukim di Siib Ali (Mekah) lebih kurang tujuh tahun lamanya. Sepulang dari Mekah, Habib Ali kembali ke tanah air dan menambahkan ilmunya di Pondok pesantren di Jombang yang di asuh oleh Kyai Wahab Abdullah. Selain mendalami ilmu Al Quran di waktu mudanya beliau dikenal sebagai pendekar silat yang sangat tangguh.Jauh sebelum beliau mendirikan Pondok Pesantren “Syamsul Huda” di Loloan Barat Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana, Beliau mengajar di Madrasah Khairiyah selama setahun di daerah kelahirannya Banyuwangi. Perjalanan ke Bali beliau lakukan perjalan ini atas permintaan Datuk Kyai Haji Mochammad Said, seorang ulama besar di Loloan. Mulailah Syiar Islam berbinar di Loloan dengan makin bertambahnya ulama setingkat Kyai Sayyid Ali Bafaqih.<br />
<br />
Baru pada tahun 1935 beliau mendirikan Pondok Pesantren Syamsul Huda yang kini telah meneteskan ribuan ulama, da’i dan ustazah. Para santri datang dari berbagai pelosok desa di tanah air. Mereka belajar membaur dengan kehidupan masyarakat Loloan yang sejak ratusan tahun lalu telah dikunjungi oleh ulama-ulama tangguh dari berbagai daerah.Tak terkecuali ulama besar dari Trengganu (Malaysia) yang meninggalkan negerinya lalu hijrah ke Loloan sekitar awal abad 19.<br />
<br />
KH. Habib Ali Bafaqih wafat pada tahun 1997 pada usia 107 tahun. Karena perjuangan dan kegigihanya untuk menyebarkan atau mensyiarkan agama Islam dan juga ketinggian ilmunya maka beliau dianggap sebagai salah satu “Wali Pitu” yang ada di Bali. Kini Makam beliau banyak di kunjungi atau diziarahi orang dari berbagai pelosok negeri mulai dari Jakarta, Bandung, Lampung, tak kurang dari 10 Bus pariwisata yang datang ke Loloan. Syiar Islam di Bali pada masa silam telah meninggalkan sejumlah “Karya Besar” yang pada masanya kini dapat dijadikan landasan kikih bagi syiar Islam di masa-masa yang akan datang. Kampung Loloan telah menjadi legenda syiar Islam yang tetap hidup di Bali.<br />
<br />
Makam Habib Ali beralamat Jln. Nangka No. 145 di Desa Loloan Barat Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana. Beliau di makamkan di Area Pondok Pesantren “Syamsul Huda” . </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-25603829055612023702011-04-03T07:32:00.001-07:002011-04-03T07:32:11.680-07:00AL HABIB ZAIN BIN ABDULLAH AL AIDRUS<h3 class="western">AL HABIB ZAIN BIN ABDULLAH AL AIDRUS </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2LG2ZMu2riBAnYrTDeuhOpoKeyTGW_KrPCzendX927SKg9WaZPpVvP0-elSPXJD_znJkCGR6q2bMvXJS3SOE0-u78u0_zu0bczwSYHxlN0BZIiYYOqZqopSZgpx-stRUuhWQHOgaqDKs/s320/habib-zein+bin+abdullah+al+aidrus.jpg" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;">Nasab beliau bersandar pada silsilah dzahabiyyah, bersambung dari ayah ke kakek, sampai akhirnya bertemu dengan kakek beliau yang termulia Rasulullah SAW. Adapun perinciannya, beliau adalah:<br />
<br />
Al-Habib Al-Allamah Zain bin Abdullah bin Alwi bin Umar bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin Ali bin Abdullah bin Ahmad Ash-Shalaibiyyah bin Husin bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah Al-Aidrus bin Abu Bakar As-Sakran bin Abdur Rahman As-Saggaf bin Muhammad Maulad Dawilah bin Ali Shahib Ad-Dark bin Alwi bin Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa bin Ali Al-’Uradhy bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husin, putri Sayyidah Fatimah binti Rasulullah SAW.<br />
<br />
<b>Kelahiran dan masa kecil beliau</b><br />
<br />
Beliau dilahirkan di daerah As-Suweiry (dekat kota Tarim), Hadramaut, pada tahun 1289 H. Ayah beliau Al-Habib Abdullah, berasal dari kota Tarim, dan kemudian berhijrah ke kota As-Suweiry dengan beberapa teman beliau atas perintah Al-Imam Al-Habib Thahir bin Husin Bin Thahir Ba’alawy untuk mengawasi gencatan senjata antar kabilah yang terjadi di kota tersebut.<br />
<br />
Beliau Al-Habib Zain tumbuh dalam suatu keluarga yang penuh keutamaan, ilmu dan akhlak, mencontoh keluarga datuk beliau Rasulullah SAW. Al-Habib Abdullah, ayah beliau, mencurahkan perhatian yang lebih kepada beliau diantara saudara-saudaranya, karena selain beliau adalah anak yang terakhir, juga beliau adalah anak yang berperilaku yang mulia dan berhati bersih. Dan sungguh Al-Habib Abdullah melihat dengan firasat tajamnya bahwa putra beliau yang satu ini akan menjadi seorang yang mempunyai hal (keadaan) yang tinggi di suatu masa mendatang.<br />
<br />
Beliau Al-Habib Zain tumbuh dewasa dan dicintai oleh keluarganya dan masyarakat As-Suweiry. Beliau habiskan masa kecil beliau dengan penuh kezuhudan dan ibadah. Beliau semenjak kecilnya gemar sekali menjaga kewajiban shalat dan menunaikan shalat-shalat sunnah. Suatu kegemaran yang jarang sekali dipunyai oleh anak-anak sebaya beliau.<br />
<br />
<b>Perjalanan hijrah beliau</b><br />
<br />
Pada tahun 1301 H, beliau melakukan perjalanan hijrah ke Indonesia, disertai saudara-saudaranya Alwi, Ahmad dan Ali. Pada saat itu beliau masih berusia 12 tahun. Di Indonesia beliau bertemu dengan pamannya Al-Allamah Al-Habib Muhammad bin Alwi Al-Aidrus yang sudah terlebih dahulu menetap disana.<br />
<br />
<b>Masa belajar beliau</b><br />
<br />
Sebelum beliau berhijrah ke Indonesia, beliau banyak mengambil ilmu dari keluarganya, dan juga dari para ulama di tempat asalnya Hadramaut, yang memang terkenal pada saat itu dengan negeri yang penuh dengan ulama-ulama besar. Dari daerah tersebut, beliau banyak mengambil berbagai macam ilmu-ilmu agama.<br />
<br />
Setelah berada di Indonesia, beliau menuntut ilmu kepada pamannya Al-Habib Muhammad. Setelah dirasakan cukup, beliau Al-Habib Zain dikirim oleh pamannya untuk menuntut ilmu kepada salah seorang mufti terkenal di Indonesia saat itu, yaitu Al-Habib Al-Faqih Al-Allamah Utsman bin Abdullah Bin Yahya. Guru beliau Al-Habib Utsman Bin Yahya merupakan salah seorang tokoh agama yang cukup mumpuni di bidang fiqih dan ilmu-ilmu keislaman saat itu. Banyak diantara para murid Al-Habib Utsman yang menjadi ulama-ulama besar, seperti Al-Habib Ali bin Abdur Rahman Alhabsyi, Kwitang.<br />
<br />
Hiduplah beliau Al-Habib Zain dibawa didikan gurunya Al-Habib Utsman Bin Yahya. Sebagaimana masa kecilnya, semangat beliau seakan tak pupus untuk belajar dengan giat dan tekun. Banyak ilmu yang diambil beliau dari gurunya, diantaranya adalah ilmu-ilmu bahasa Arab, Fiqih, Fara’idh (ilmu waris), Ushul, Falak, dan sebagainya. Beliau mengambil dari gurunya ilmu dan amal dan beliau banyak mendapatkan ijazah dari gurunya tersebut.<br />
<br />
<b>Masa dakwah beliau</b><br />
<br />
Pada tahun 1322 H, berdirilah sebuah sekolah agama di kota Jakarta yang dinamakan Jamiat Khair. Beberapa pengurus dari sekolah itu kemudian datang kepada beliau untuk memintanya mengajar disana. Akhirnya mengajarlah beliau disana dengan kesungguhan, tanpa lelah dan bosan. Pada saat itu beliau merupakan salah seorang staf pengajar kurun waktu pertama sekolah Jamiat Khair, suatu sekolah yang banyak menghasilkan tokoh-tokoh agama dan pergerakan.<br />
<br />
Selang beberapa tahun kemudian, beliau mendirikan sebuah sekolah kecil di jalan Gajah Mada, Jakarta. Keberadaan sekolah itu disambut dengan gembira oleh masyarakat, yang sangat butuh akan ilmu-ilmu agama. Akan tetapi sayangnya, tak selang berapa lama, dengan kedatangan Jepang, sekolah tersebut ditutup oleh penjajah Jepang.<br />
<br />
Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1326 H, beliau mendirikan majlis taklim di Masjid Al-Mubarak, Krukut, Jakarta. Majlis taklim tersebut diadakan siang dan malam, dan banyak dihadiri pria dan wanita. Sepeninggal pamannya Al-Habib Muhammad, beliaulah yang menjadi khalifah-nya. Termasuk juga beliau menjadi imam di Masjid tersebut, menggantikan posisi pamannya. Di masjid itu, beliau mengajarkan ilmu-ilmu agama, diantaranya ilmu Tafsir, Fiqih, Akidah yang lurus, dan ilmu-ilmu lainnya, dengan cara yang mudah dan sederhana. Begitulah seterusnya beliau menjalankan aktivitasnya dalam berdakwah, tanpa lelah dan bosan, selama 70 tahun.<br />
<br />
<b>Suluk beliau</b><br />
<br />
Sebagaimana thariqah yang dipegang oleh para Datuk beliau, beliau bermadzhabkan kepada Al-Imam Asy-Sy-Syafi’i dan bersandarkan pada aqidah Asy’ariyyah, salah satu aqidah didalam Ahlus Sunnah wal Jamaah. Itulah yang beliau bawa sebagai pegangan hidup, meneruskan dari apa-apa yang telah digariskan oleh datuk-datuk beliau para Salaf Bani Alawy.<br />
<br />
<b>Sifat-sifat mulia beliau</b><br />
<br />
Sedangkan mengenai sifat-sifat beliau, beliau adalah seorang memiliki khasyah (rasa takut) kepada Allah, zuhud terhadap dunia, qana’ah dalam menerima sesuatu, banyak membaca Al-Qur’an dan dzikir. Sebagaimana di masa kecilnya, beliau selalu tekun melakukan shalat di Masjid Al-Mubarak dan disana beliau selalu bertindak sebagai imam. Salah satu kebiasaan yang sering beliau lakukan adalah beliau tidak keluar dari masjid setelah menunaikan shalat Subuh, kecuali setelah datangnya waktu isyraq (terbitnya matahari). Begitu juga dengan shalat-shalat sunnah yang selalu beliau kerjakan. Hal ini berlangsung terus meskipun beliau sudah memasuki masa tuanya.<br />
<br />
<b>Wafat beliau</b><br />
<br />
Di akhir hayatnya, majlis beliau adalah sebuah majlis ilmu yang penuh dengan kedamaian dan ketenangan, majlis yang penuh akhlak dan adab, majlis yang penuh anwar dan asrar, taman ilmu dan hikmah, penuh dengan dzikir dan doa. Sampai akhirnya beliau dipanggil oleh Allah SWT untuk menghadap-Nya, dalam usianya 110 tahun. Beliau wafat pada hari Sabtu, tanggal 24 Rabi’ul Tsani 1399 H (24 Maret 1979 M), sekitar pukul 3 sore. Jasad beliau disemayamkan di pekuburan Condet (depan Al-Hawi), Jakarta.<br />
<br />
Derai tangis mengiringi kepergian beliau menuju Hadratillah. Al-Habib Husin bin Abdur Rahman Assegaf melantunkan syair perpisahan dengan beliau, yang diantara baitnya berbunyi:<br />
<br />
Keindahan ufuk itu telah hilang dan pancaran cahaya bintang itu telah pergi.<br />
<br />
Ia menerangi kami beberapa saat dan setelah habisnya malam, ia pun berlalu dan pergi.<br />
<br />
Itulah Al-Faqid Zain yang pernah menerangi zaman dan penunjuk hidayah.<br />
<br />
Sungguh beliau adalah pelita bagi ilmu agama dan Al-Qur’an, serta seorang imam, jarang ada yang menyamainya.<br />
<br />
Khalifah (penerus) bagi para pendahulunya, beliau berjalan pada atsar dan jejak langkah mereka.<br />
<br />
Seorang ulama min ahlillah telah berpulang, akan tetapi ilmu dan akhlaknya akan tetap terus terkenang, menjadi ibrah bagi orang-orang yang mempunyai bashirah.<br />
<br />
<i>Radhiyallahu anhu wa ardhah…</i></div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-18595780805380111782011-04-03T07:31:00.003-07:002011-04-03T07:31:48.617-07:00AL HABIB UMAR BIN JA'FAR ASSEGAF<h3 class="western">AL HABIB UMAR BIN JA'FAR ASSEGAF </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFPhPhGhebK7QpMJkRVkvtW2voqsIwZPMGroQAMO6JujIjD78EqP2U5mQZDu7i6OoyRW_lsHOuwQLrnr6x4ptAjROlXKo11IVOj7wI4wcqC6Nfc5yZ-3MHsO_IUycVmQbK0FdkjIprjkM/s320/njit+Umar1.jpg" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;">Beliau R.A adalah kakek dari Habib Hasan bin Ja’far Assegaf. Beliau lahir tahun 1889 di kota Palembang. Ayah beliau Al Habib Ja’far adalah seorang saudagar besar dan beliau mempunyai saudara Al Habib Ali bin Ja’far Assegaf yang pertama kali di Indonesia menukil silsilah para habaib di Indonesia.<br />
<br />
Dimasa kecil beliau menghafal :<br />
<br />
Hadits Arbain An Nawawiyyah<br />
<br />
Zubad (kitab)<br />
<br />
Kitab Muwatto Imam Malik pada usia 15 tahun<br />
<br />
Pada umur 20 tahun beliau berguru dengan Al Habib Ahmad bin Hasan Alatas, Hadhramaut dan Al Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al Habsyi. Lalu melanjutkan pergi haji yang pertama pada usia 25 tahun. Kemudian beliau menuju ke Palembang dan bersyiar dengan sahabat beliau Al Habib Alwi bin Syeikh Assegaf. Disitu beliau bertemu dengan ulama–ulama besar diantaranya Al Habib Abdullah bin Muchsin Alattas sekaligus guru beliau.<br />
<br />
Pada umur 30 tahun beliau menuju Surabaya, Madiun, Jepara, Semarang, Pekalongan, Tegal, Cirebon, dan menikahi putri pondok pesantren “Buntet” K.H Abdullah Anshori, yang bernama Siti Jamilah binti Abdullah Anshori.<br />
<br />
Pada umur 35 tahun berdakwah di Banten sampai usia 40 tahun, lalu menuju Jakarta dan bertemu dengan sahabat-sahabat beliau, diantaranya<br />
<br />
Al Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi<br />
<br />
Al Habib Ali bin Husein Alattas<br />
<br />
Al Habib Salim bin Ahmad bin Jindan<br />
<br />
Al Habib Sholeh bin Muchsin Al Hamid, Tanggul<br />
<br />
Al Habib Alwi bin Muhammad Al Haddad, Tegal<br />
<br />
Dan bermukim di Jakarta di Kebayoran Lama. Masa muda beliau di isi dengan berdakwah dan menuntut ilmu bersama Al Habib Abdullah bin Muchsin Alattas dan Al Habib Ustman bin Abdullah bin Aqil bin Yahya<br />
<br />
Sampai beranjak umur 40 tahun beliau berdakwah atas perintah guru-guru beliau yang telah wafat.<br />
<br />
<b>Keramat Beliau</b><br />
<br />
Satu diantaranya, beliau di kepung di zaman gerombolan perampok, lalu ditanya,”Siapa yang menyuruhmu kemari, Wahai orang yang berjenggot putih?”spontan beliau mengatakan “Allah”. Tiba-tiba gerombolan tersebut kaku bagaikan patung, yang akhirnya semua gerombolan tersebut taubat kepada Allah.<br />
<br />
<b>Perjumpaan dengan Nabi Khidir A.S</b><br />
<br />
Suatu hari ada orang yang datang kepada beliau dengan pakaian compang camping lalu beliau berkata;”Selamat datang wahai Nabiyullah Khidir”. Dan memberi ijazah kepada beliau do’a sapu jagat sebanyak sebanyak 15.000 x setiap hari.<br />
<br />
<b>Perjumpaan beliau dengan Nabi Muhammad SAW</b><br />
<br />
Suatu hari dikala beliau sedang berdakwah karena beliau menghafal Al Qur’an beliau bersemangat menerangkan isi Al Qur’an di perayaan Maulid, tiba-tiba beliau menjelaskan ayat yang berbunyi :<br />
<br />
Setelah selesai ayat itu dibaca beliau menangis, dan ditanya murid beliau : “Mengapa Habib menangis?” beliau menjawab : “ didepanku ada Rasulullah SAW “.<br />
<br />
Pada masa tua beliau tak lepas membaca manaqib Tuan Syeikh Abdul Qadir Zaelani, dan membaca Asmaul Husna. Yang akhirnya pada bulan Dzulhijjah (Idul Adha) tepat tanggal 10 hari kamis ba’da Ashar pada usia 99 tahun beliau menutup akhir hayatnya. Dengan sakit demam yang ringan. Terhembus dari lisan beliau kalimat terakhir “Laa ilaha illallah Muhammadurrasulullah”.<br />
<br />
Pada tahun 1990 disholatkan di Bogor, yang dipimpin langsung oleh anak Habib Abdullah bin Muchsin Alatas yaitu Al Habib Husien bin Abdullah Alattas. Dan dikebumikan hari Jum’at di Cibedug Bogor, Jawa Barat. </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-75417729786117888132011-04-03T07:31:00.001-07:002011-04-03T07:31:26.197-07:00AL HABIB USMAN BIN YAHYA<h3 class="western">AL HABIB USMAN BIN YAHYA </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhE5l6k_UT148nlO6_Ku8iaAuVT7raRaeK_R7l0GMtcAPBVwcZzhc0uuAFQEXoyHDUVI9Uub4g8fHZJXUjZ4jskRrP0NMt0v2_lwd9udN8MtTWG2IB3zMWtkUJfQVxK5nkMmaV0rLQ_7MA/s320/habib+usman+bin+yahya.jpg" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;">Habib Ustman bin Yahya lahir di Pekojan, Jakarta Barat pada tanggal 17 Rabi’ul Awwal 1238 H atau 1822 M. Ayahnya adalah Abdullah bin Aqil bin Umar bin Aqil bin Syech bin AbdulRahman bin Aqil bin Ahmad binYahya. Sedangkan ibunya adalah Aminah binti Syekh Abdurahman Al-Misri. Beliau pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah Haji, tetapi kemudian bermukim di sana selama 7 tahun dengan maksud memperdalam ilmunya. Guru utama beliau adalah ayahnya sendiri. Sedangkan ketika berada di Mekah beliau belajar/berguru pada sayyid Ahmad Zaini Dahlan ( Mufti Mekah ). Pada tahun 1848 beliau berangkat pula ke Hadramaut untuk balajar pada guru-gurunya :<br />
<br />
1.Syekh Abdullah bin Husein bin Thahir<br />
<br />
2.Habib Abdullah bin Umar bin Yahya<br />
<br />
3.Habib Alwi bin Saggaf Al-Jufri<br />
<br />
4.Habib Hasan bin Shaleh Al-Bahar.<br />
<br />
Dari Hadramaut beliau berangkat pula ke Mesir dan belajar di Kairo walaupun hanya untuk 8 bulan. Kemudian meneruskan perjalanan lagi ke Tunis ( berguru pada Syekh Abdullah Basya ), Aljazair ( belajar pada Syekh Abdurahman Al-Magribhi ), Istanbul, Persia dan Syiria. Maksud beliau berpergian dari satu negeri ke negeri lain adalah untuk memperoleh dan mendalami bermacam-macam ilmu seperti ilmu fiqh, tasawuf, tarikh, falak, dan lain-lain. Setelah itu beliau kembali ke Hadramaut.<br />
<br />
Pada tahun 1862 M./1279 H. kembali ke Batavia dan menetap di Batavia hingga wafat pada tahun 1331 H./1913 M. Habib Usman diangkat menjadi Mufti menggantikan mufti sebelumnya, Syekh Abdul Gani yang telah lanjut usianya, dan sebagai Adviseur Honorer untuk urusan Arab ( 1899 – 1914 ) di kantor Voor Inlandsche Zaken. Sebagai seorang Ulama, Habib Usman ini sangat produktif mengarang buku. Walaupun buku-buku karangannya pendek-pendek, sekitar 20 halaman saja, tetapi banyak mengenai pertanyaan yang sering timbul dalam masyarakat Muslim tentang syariat Islam. Beberapa buku karangannya, yaitu : <br />
<br />
Taudhih Al-Adillati ‘ala Syuruthi Al-Abillah,<br />
<br />
Al-Qawanin Asy-Syar’iyah li Ahl Al-Majalisi Al-Hukmiyah wal Iftaiyah , <br />
<br />
Ta’bir Aqwa ‘adillah, <br />
<br />
Jam Al-Fawaid, <br />
<br />
Sifat Dua Puluh, <br />
<br />
Irsyad Al-Anam, <br />
<br />
Zahr Al-Basyim,<br />
<br />
Ishlah Al-Hal, <br />
<br />
Al-Tuhfat Al-Wardiah,<br />
<br />
Silsilah Alawiyah,<br />
<br />
Al-Thariq Al-Shahihah, <br />
<br />
Taudhih Al-Adillah, <br />
<br />
Masalik Al-Akhyar,<br />
<br />
Sa’adat Al-Anam, <br />
<br />
Nafais Al-Ihlah,<br />
<br />
Kitab Al-Faraid,<br />
<br />
Saguna Sakaya,<br />
<br />
Muthala’ah,<br />
<br />
Soal Jawab Agama,<br />
<br />
Tujuh Faedah,<br />
<br />
Al-Nashidat Al-Aniqah,<br />
<br />
Khutbah Nikah,<br />
<br />
Al-Qu’an Wa Al-Dua,<br />
<br />
Ringkasan Ilmu Adat Istiadat,<br />
<br />
Ringkasan seni membaca Al-Qur’an,<br />
<br />
Membahasa Al-Qur’an dan Kesalahan Dalam Berdo’a,<br />
<br />
Perhiasan,<br />
<br />
Ringkasan Unsur-unsur Do’a,<br />
<br />
Ringkasan Tata Bahasa Arab,<br />
<br />
Al-Silisilah Al-Nabawiyah,<br />
<br />
Atlas Arabi,<br />
<br />
Gambar Mekah dan Madinah,<br />
<br />
Ringkasan Seni Menentukan Waktu Sah Untuk Shalat, <br />
<br />
Ilmu kalam, <br />
<br />
Hukum Perkawinan, <br />
<br />
Ringkasan Hukum Pengunduran Diri Istri Secara Sah,<br />
<br />
Ringkasan Undang-Undang Saudara Susu,<br />
<br />
Buku Pelajaran Bahasa dan Ukuran Buku,<br />
<br />
Adab Al-Insan,<br />
<br />
Kamus Arab Melayu,<br />
<br />
Cempaka Mulia,<br />
<br />
Risalah Dua Ilmu,<br />
<br />
Bab Al-Minan,<br />
<br />
Hadits Keluarga,<br />
<br />
Khawariq Al-Adat,<br />
<br />
Kitab Al-Manasik dan Ilmu Falak.<br />
<br />
Dalam bukunya Risalah Dua Ilmu beliau membagi Ulama menjadi 2 macam yaitu Ulama Dunia dan Ulama Akhirat. Ulama dunia itu tidak Ikhlas, materialistis, berambisi dengan kedudukan, sombong dan angkuh, sedangkan Ulama akhirat adalah orang yang ikhlas, tawadhu’, yang berjuang mengamalkan ilmunya tanpa pretensi apa-apa, lillahi ta’ala, hanya mencari Ridho Allah semata.<br />
<br />
Anggapan orang bahwa Habib Usman seorang yang anti tarekat adalah tidak benar, sebab beliau belajar tasawuf dan Ilmu Tarekat di Hadramaut dan Mekah. Kalau Memang Habib Usman menentang itu, tentulah tarekat yang menyimpang dari Agama. Habib Usman belajar ke Mesir, Tunis, Aljazair, Yordania dan Turki, selain ke Mekah dan Hadramaut. Karena itu kalau dikatakan bahwa beliau berpakaian modern itu bisa diterima karena banyak pergaulannya. Karena ilmunya yang luas maka diangkatlah beliau menjadi mufti Betawi oleh pemerintah Hindia Belanda.<br />
<i><br />
Sumber dari buku Menelusuri Silsilah Suci Bani Alawi – Idrus Alwi Almasyhur</i></div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-76094916803139543302011-04-03T07:28:00.001-07:002011-04-03T07:28:48.481-07:00AL HABIB MUHAMMAD BIN AHMAD AL MUHDAR ( BONDOWOSO )<h3 class="western">AL HABIB MUHAMMAD BIN AHMAD AL MUHDAR ( BONDOWOSO ) </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqDc2jokbLsfdgXep-leQvxFxLa58PFGYRmkkI1bomZr2MCz8oFCT_8Xn0YAzUp2c59PgmmeWxxXqQhr_bRjIIf4CfMHTD-aeP0uzSKxlZyxV9gBz_QQdri83Akk3jLAvl0kKwyXcNtSo/s320/hb2.jpg" /> </div>Ulama Bondowoso kelahiran Hadramaut merupakan sosok ulama karismatik yang menjadi panutan masyarakat serta rujukan ilmu dari para ulama. Putra dari seorang ulama besar lahir di desa Quwairoh Hadramaut sekitar tahun 1280 H atau 1859 M. Ayah beliau bernama Habib Ahmad bin Muhammad al muhdhar seorang ulama besar di hadramaut. sejak kecil habib Muhammad bin Ahmad Al muhdhor menuntut ilmu dari ayahnya, kecerdasan dan penguasaan materi yang di berikan Ayahnya membuat Ayahnya merasa bangga terhadap putranya. Menginjak Remaja Habib Muhammad Muhdhor belajar kepada seorang Ulama dan Waliyulloh bernama Habib Ahmad bin Hasan Al athos. Gurunya walaupun buta namun mampu melihat dengan pandangan Batiniyyah yang telah dikaruniakan Alloh SWt.<br />
<br />
Sewaktu Gurunya Habib Ahmad bin Hasan Al athos pergi ke suatu daerah untuk berdakwah , beliau mengajak Muridnya Habib Muhammad Al muhdhor untuk menemaninya. Mereka menunggang kuda bersebelahan, dalam perjalanan Habib Muhammad minta izin gurunya untuk membacakan Kitab Al Muhadzdzab karya Imam Abu Ishak. Dan sepanjang Perjalanan Habib Muhammad Al Muhdhor membaca Kitab Muhadzdzab sedangkan gurunya menyimak bacaan Muridnya sampai khatam. Selesai menghatamkan Kitab Muhadzadzab gurunyapun mendo’akan habib Muhammad al Muhdhor .<br />
<br />
Tahun 1886 M Habib Ahmad Al muhdhor ayah Habib Muhmmad al muhdhor meninggal dunia , Orang yang selama ini menjadi sugesti dan tempat mengadu telah dipanggil Alloh SWt. Setelah itu pula habib Muhammad al muhdhor mulai melakukan ritual Dakwahnya ke berbagai daerah. Gaya bahasa dan tutur kata yang lembut mampu meluluhkan hati setiap orang. Setiap kali daerah yang dikunjungi nya selalu ramai orang berbondong -bondong mengelilinginya untuk belajar kepadanya.<br />
<br />
Setelah sekian lama melakukan ritual dakwahnya kebebagai daerah hingga akhirnya Beliau menetap di Bondowoso Jawa timur. Keharuman namanya serta kedalaman ilmu yang dimiliki mampu membuat simpatik masyarakat serta para ulama dari berbagai daerah Ditanah air. Salah seorang ulama Surabaya Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi sangat mengagumi habib Muhammad Al Muhdor hingga Menikahkan dengan salah seorang putrinya. Mertua dan Menantu yang memang seorang ulama bahu membahu untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar kepada masyarakat, pendirian Madrasah Al Khaeiriyyah Surabaya dan darul Aitam Jakarta adalah juga merupakan usaha dari Habib Muhammad Muhdhor untuk mengajak para Donatur menyisihkan hartanya membangun tempat tersebut.<br />
<br />
Majlisnya tak pernah sepi dari para Muhiibin yang menghadirinya , kepedulian Habib Muhammad al muhdhor terhadap ilmu sangat besar maka tak heran bila beliau mendapat tempat tersendiri di hati para ulama . tak jarang beliau menghabiskan waktunya untuk menelaah kitab -kitab dan mengajarkannya kepada umat. Perhatian beliau terhadap umatpun sangat besar, tak segan segan Habib Muhammad membantu kesulitan umat baik berupa materi mapun imateril. Begitupun terhadap tamu yang berkunjung ke rumahnya, beliau akan sambut tamu tersebut di depan pintu dengan senyumnya yang bersahaja, maka tak jarang para tamu yang berkunjung kerumahnya untuk datang kembali karena keramah tamahan yang dimilki Habib Muhammad Al muhdhor.<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" height="209" name="graphics2" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhU23X2z6pIWk9sQ6vF2J1Te_LybO7bbCApt6DrFXvzFckFaL38NvLgnm-33JNWS5Hs1yX4PFMFfxfOYZeZ1YBhbmU9ZgJBAYWFQk-GO0TeyOOxQA90F5laAaAySpn2rk4_41X6TxlBLzU/s320/habib-muhammad-al-muhdhor.jpg" width="320" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;"><a href="" name="goog_1679283365"></a><a href="" name="goog_1679283366"></a> <br />
Tanggal 4 may 1926 Habib Muhammad al muhdhor Wafat setelah beberapa hari di rawat di Rumah sakit di surabaya, beliau meninggalkan 5 orang putra dan 3 anak perempuan. Masyarakat dan para ulama baik dari Ahli bait maupun ahwal merasa sangat kehilangan sosok ulama yang sangat perduli dengan umat. Beliau dimaqomkan disamping maqom mertuanya Habib muhammad al habsy. </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-31008397450864101962011-04-03T07:27:00.001-07:002011-04-03T07:27:52.086-07:00AL HABIB MUHAMMAD BIN IDRUS AL HABSYI<h3 class="western">AL HABIB MUHAMMAD BIN IDRUS AL HABSYI </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" height="202" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj04o90ToH7zcwVMoRTa-yDQ_P1FQy3EzJowwxr5aC1GqZGgUOwfElASTwHKlDVtGOJlagyA-d8BxeEl4Eez0renQHKol6El18oEdefY-aPZF2mamYMxF05NhuRgAsrsJwwddleI5jVMPQ/s400/HABIB+MUHAMMAD+BIN+IDRUS+AL-HABSYI+%28SURABAYA%29.jpg" width="400" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;"><b>Ayah Bagi Fakir Miskin Dan Anak Yatim</b><br />
<br />
Dia peduli pada nasib fakir miskin dan anak yatim. Itu sebabnya ia dijuluki sebagai ayah anak yatim dan fakir miskin.<br />
<br />
Sebagian kaum muslimin di Jawa Timur, khususnya di Surabaya, tentu mengenal Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi, yang mukim di Surabaya pada pertengahan abad ke-20 silam. Ia adalah seorang habib dan ulama besar.<br />
<br />
Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi lebih dikenal sebagai ulama yang mencintai fakir miskin dan anak yatim. Itu sebabnya kaum muslimin menjulukinya sebagai “bapak kaum fakir miskin dan anak yatim.” Semasa hidupnya ia rajin berdakwah ke beberapa daerah. Dalam perjalanan dakwahnya, ia tak pernah menginap di hotel melainkan bermalam di rumah salah seorang habib.<br />
<br />
Hampir setiap hari banyak tamu yang bertandang ke rumahnya, sebagian dari mereka datang dari luar kota. Ia selalu menyambut mereka dengan senang hati dan ramah. Jika tamunya tidak mampu, ia selalu mempersilakannya menginap di rumahnya, bahkan memberinya ongkos pulang disertai beberapa hadiah untuk keluarganya.<br />
<br />
Ia juga memelihara sejumlah anak yatim yang ia perlakukan seperti halnya anak sendiri. Itu sebabnya mereka menganggap Habib Muhammad sebagai ayah kandung mereka sendiri. Tidak hanya memberi mereka tempat tidur, pakaian dan makanan, setelah dewasa pun mereka dinikahkan.<br />
<br />
Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi lahir di kota Khala’ Rasyid, Hadramaut, Yaman Selatan, pada 1265 H atau 1845 M. Sejak kecil ia diasuh oleh pamannya, Habib Shaleh bin Muhammad Al-Habsyi. Ayahandanya, Habib Idrus bin Muhammad Alhabsyi, berdakwah ke Indonesia dan wafat pada 1919 M di Jatiwangi, Majalengka. Sedangkan ibunya, Syaikhah Sulumah binti Salim bin Sa’ad bin Smeer.<br />
<br />
Seperti hanya para ulama yang lain, di masa mudanya Habib Muhammad juga rajin menuntut ilmu agama hingga sangat memahami dan menguasainya. Beberapa ilmu agama yang ia kuasai, antara lain, tafsir, hadits dan fiqih. Menurut Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi, seorang ulama terkemuka, “Sesungguhnya orang-orang Hadramaut pergi ke Indonesia untuk bekerja dan mencari harta, tetapi putra kami Muhammad bin Idrus Al-Habsyi bekerja untuk dakwah Islamiyyah dalam rangka mencapai ash-shidqiyyah al-kubra, maqam tertinggi di kalangan para waliyullah.”<br />
<br />
Ketika menunaikan ibadah haji ke Makkah dan berziarah ke makam Rasulullah SAW di Madinah, ia sekalian menuntut ilmu kepada beberapa ulama besar di Al-Haramain alias dua kota suci tersebut. Salah seorang di antara para ulama besar yang menjadi gurunya adalah Habib Husain bin Muhammad Al-Habsyi.<br />
<br />
Banyak kalangan mengenal Habib Muhammad sebagai ulama yang berakhlak mulia, dan sangat dermawan. Ia begitu ramah dan penuh kasih sayang, sehingga siapa pun yang sempat duduk di sampingnya merasa dirinyalah yang paling dicintai. Ia selalu tersenyum, tutur katanya lemah lembut. Itu semua tiada lain karena ia berusaha meneladani akhlaq mulia Rasulullah SAW.<br />
<br />
Tak heran jika masyarakat di sekitar rumahnya, bahkan juga hampir di seluruh Surabaya, sangat mencintai, hormat dan segan kepadanya. Ia juga dikenal sebagai juru damai. Setiap kali timbul perbedaan pendapat, konflik, pertikaian di antara dua orang atau dua fihak, ia selalu tampil mencari jalan keluar dan mendamaikannya. Sesulit dan sebesar apa pun ia selalu dapat menyelesaikannya.<br />
<br />
Sebagai dermawan, ia juga dikenal gemar membangun tampat ibadah. Ia, misalnya, banyak membantu pembangunan beberapa masjid di Purwokerto (Jawa Tengah) dan Jombang (Jawa Timur). Dialah pula yang pertama kali merintis penyelenggaraan haul para waliyullah dan shalihin. Untuk pertama kalinya, ia menggelar haul Habib Muhammad bin Thahir Al-Haddad di Tegal, Jawa Tengah. Ia juga merintis kebiasaan berziarah ke makam para awliya dan shalihin.<br />
<br />
Menjelang wafatnya, ia menyampaikan wasiat, ”Aku wasiatkan kepada kalian agar selalu ingat kepada Allah SWT. Semoga Allah SWT menganugerahkan keberkahan kepada kalian dalam menegakkan agama terhadap istri, anak dan para pembantu rumah tanggamu. Hati-hatilah, jangan menganggap remeh masalah ini, karena seseorang kadang-kadang mendapat musibah dan gangguan disebabkan oleh orang-orang di bawah tanggungannya, yaitu isteri, anak, dan pembantu. Sebab, dia adalah pemegang kendali rumah tangga.”<br />
<br />
Beliau wafat di Surabaya pada malam Rabu, 12 Rabi’ul Akhir 1337 H/1917 M. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Ampel Gubah, Kompleks Masjid Ampel, Surabaya. </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-68012708619390797142011-04-03T07:26:00.005-07:002011-04-03T07:26:25.946-07:00SYECH MUHAMMAD ABDUL MALIK BIN ILYAS<h3 class="western">SYECH MUHAMMAD ABDUL MALIK BIN ILYAS </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" height="287" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjD7jojHc9yLCttgT4K0tPvWv2GEJDCRDYScwebpgAuJKV7V8JZLzw25HvyRMspnm0r7s_jK6jtpjkCuxH3E1jitG-EkT0yPYMb5d4M6Zdxia21yVtMZPDUmfRhfldOBPnCtdDxT1cw-wY/s1600/SYECH+ABDUL+MALIK.jpg" width="249" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;"><a href="" name="goog_1407407106"></a><a href="" name="goog_1407407107"></a> Beliau adalah sosok ulama yang cukup di segani di kebumen propinsi jawa tengah, Syaikh Abdul Malik semasa hidupnya memegang dua thariqah besar (sebagai mursyid) yaitu: Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan Thariqah Asy-Syadziliyah. Sanad thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah telah ia peroleh secara langsung dari ayah beliau yakni Syaikh Muhammad Ilyas, sedangkan sanad Thariqah Asy-Sadziliyah diperolehnya dari As-Sayyid Ahmad An-Nahrawi Al-Makki (Mekkah).<br />
<br />
Dalam hidupnya, Syaikh Abdul Malik memiliki dua amalan wirid utama dan sangat besar, yaitu membaca Al-Qur’an dan Shalawat. Beliau tak kurang membaca shalwat sebanyak 16.000 kali dalam setiap harinya dan sekali menghatamkan Al-Qur’an. Adapun shalawat yang diamalkan adalah shalawat Nabi Khidir AS atau lebih sering disebut shalawat rahmat, yakni “Shallallah ‘ala Muhammad.” Dan itu adalah shalawat yang sering beliau ijazahkan kepada para tamu dan murid beliau. Adapun shalawat-shalawat yang lain, seperti shalawat Al-Fatih, Al-Anwar dan lain-lain.<br />
<br />
Beliau juga dikenal sebagai ulama yang mempunyai kepribadian yang sabar, zuhud, tawadhu dan sifat-sifat kemuliaan yang menunjukan ketinggian dari akhlaq yang melekat pada diri beliau. Sehingga amat wajarlah bila masyarakat Banyumas dan sekitarnya sangat mencintai dan menghormatinya.<br />
<br />
Beliau disamping dikenal memiliki hubungan yang baik dengan para ulama besar umumnya, Syaikh Abdul Malik mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ulama dan habaib yang dianggap oleh banyak orang telah mencapai derajat waliyullah, seperti Habib Soleh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul, Jember), Habib Ahmad Bilfaqih (Yogyakarta), Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Probolinggo), KH Hasan Mangli (Magelang), Habib Hamid bin Yahya (Sokaraja, Banyumas) dan lain-lain.<br />
<br />
Diceritakan, saat Habib Soleh Tanggul pergi ke Pekalongan untuk menghadiri sebuah haul. Selesai acara haul, Habib Soleh berkata kepada para jamaah,”Apakah kalian tahu, siapakah gerangan orang yang akan datang kemari? Dia adalah salah seorang pembesar kaum ‘arifin di tanah Jawa.” Tidak lama kemudian datanglah Syaik Abdul Malik dan jamaah pun terkejut melihatnya.<br />
<br />
Hal yang sama juga dikatakan oleh Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Kraksaan, Probolinggo) bahwa ketika Syaikh Abdul Malik berkunjung ke rumahnya bersama rombongan, Habib Husein berkata, ”Aku harus di pintu karena aku mau menyambut salah satu pembesar Wali Allah.”<br />
<br />
Asy-Syaikh Abdul Malik lahir di Kedung Paruk, Purwokerto, pada hari Jum’at 3 Rajab 1294 H (1881). Nama kecilnya adalah Muhammad Ash’ad sedang nama Abdul Malik diperoleh dari ayahnya, KH Muhammad Ilyas ketika ia menunaikan ibadah haji bersamanya. Sejak kecil Asy-Syaikh Abdul Malik telah memperoleh pengasuhan dan pendidikan secara langsung dari kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya yang ada di Sokaraja, Banyumas terutama dengan KH Muhammad Affandi.<br />
<br />
Setelah belajar Al-Qur’an dengan ayahnya, Asy-Syaikh kemudian mendalami kembali Al-Qur’an kepada KH Abu Bakar bin H Yahya Ngasinan (Kebasen, Banyumas). Pada tahun 1312 H, ketika Syaikh Abdul Malik sudah menginjak usia dewasa, oleh sang ayah, ia dikirim ke Mekkah untuk menimba ilmu agama. Di sana ia mempelajari berbagai disiplin ilmu agama diantaranya ilmu Al-Qur’an, tafsir, Ulumul Qur’an, Hadits, Fiqh, Tasawuf dan lain-lain. Asy-Syaikh belajar di Tanah suci dalam waktu yang cukup lama, kurang lebih selama limabelas tahun.<br />
<br />
Dalam ilmu Al-Qur’an, khususnya ilmu Tafsir dan Ulumul Qur’an, ia berguru kepada Sayid Umar Asy-Syatha’ dan Sayid Muhammad Syatha’ (putra penulis kitab I’anatuth Thalibin hasyiyah Fathul Mu’in). Dalam ilmu hadits, ia berguru Sayid Tha bin Yahya Al-Magribi (ulama Hadramaut yang tinggal di Mekkah), Sayid Alwi bin Shalih bin Aqil bin Yahya, Sayid Muhsin Al-Musawwa, Asy-Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdullah At-Tirmisi. Dalam bidang ilmu syariah dan thariqah alawiyah ia berguru pada Habib Ahmad Fad’aq, Habib Aththas Abu Bakar Al-Attas, Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya), Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas (Bogor), Kyai Soleh Darat (Semarang).<br />
<br />
Sementara itu, guru-gurunya di Madinah adalah Sayid Ahmad bin Muhammad Amin Ridwan, Sayid Abbas bin Muhammad Amin Raidwan, Sayid Abbas Al Maliki Al-Hasani (kakek Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani), Sayid Ahmad An-Nahrawi Al Makki, Sayid Ali Ridha.<br />
<br />
Setelah sekian tahun menimba ilmu di Tanah Suci, sekitar tahun 1327 H, Asy-Syaikh Abdul Malik pulang ke kampung halaman untuk berkhidmat kepada keduaorang tuanya yang saat itu sudah sepuh (berusia lanjut). Kemudian pada tahun 1333 H, sang ayah, Asy Syaikh Muhammad Ilyas berpulang ke Rahmatullah.<br />
<br />
Sesudah sang ayah wafat, Asy-Syaikh Abdul Malik kemudian mengembara ke berbagai daerah di Pulau Jawa guna menambah wawasan dan pengetahuan dengan berjalan kaki. Ia pulang ke rumah tepat pada hari ke- 100 dari hari wafat sang ayah, dan saat itu umur Asy Syaikh berusia tiga puluh tahun.<br />
<br />
Sepulang dari pengembaraan, Asy-Syaikh tidak tinggal lagi di Sokaraja, tetapi menetap di Kedung Paruk bersama ibundanya, Nyai Zainab. Perlu diketahui, Asy-Syaikh Abdul Malik sering sekali membawa jemaah haji Indonesia asal Banyumas dengan menjadi pembimbing dan syaikh. Mereka bekerjasama dengan Asy-Syaikh Mathar Mekkah, dan aktivitas itu dilakukan dalam rentang waktu yang cukup lama.<br />
<br />
Sehingga wajarlah kalau selama menetap di Mekkah, ia memperdalam lagi ilmu-ilmu agama dengan para ulama dan syaikh yang ada di sana. Berkat keluasan dan kedalaman ilmunya, Syaikh Abdul Malik pernah memperoleh dua anugrah yakni pernah diangkat menjadi Wakil Mufti Madzab Syafi’i di Mekkah dan juga diberi kesempatan untuk mengajar. Pemerintah Saudi sendiri sempat memberikan hadiah berupa sebuah rumah tinggal yang terletak di sekitar Masjidil Haram atau tepatnya di dekat Jabal Qubes. Anugrah yang sangat agung ini diberikan oleh Pemerintah Saudi hanya kepada para ulama yang telah memperoleh gelar Al-‘Allamah.<br />
<br />
Syaikh Ma’shum (Lasem, Rembang) setiap berkunjung ke Purwokerto, seringkali menyempatkan diri singgah di rumah Asy-Syaikh Abdul Malik dan mengaji kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah Ibnu Malik secara tabarrukan (meminta barakah) kepada Asy-Syaikh Abdul Malik. Demikian pula dengan Mbah Dimyathi (Comal, Pemalang), KH Khalil (Sirampog, Brebes), KH Anshori (Linggapura, Brebes), KH Nuh (Pageraji, Banyumas) yang merupakan kiai-kiai yang hafal Al-Qur’an, mereka kerap sekali belajar ilmu Al-Qur’an kepada Syaikh Abdul Malik.<br />
<br />
Kehidupan Syaikh Abdul Malik sangat sederhana, di samping itu ia juga sangat santun dan ramah kepada siapa saja. Beliau juga gemar sekali melakukan silaturrahiem kepada murid-muridnya yang miskin. Baik mereka yang tinggal di Kedung Paruk maupun di desa-desa sekitarnya seperti Ledug, Pliken, Sokaraja, dukuhwaluh, Bojong dan lain-lain.<br />
<br />
Hampir setiap hari Selasa pagi, dengan kendaraan sepeda, naik becak atau dokar, Syaikh Abdul Malik mengunjungi murid-muridnya untuk membagi-bagikan beras, uang dan terkadang pakaian sambil mengingatkan kepada mereka untuk datang pada acara pengajian Selasanan (Forum silaturrahiem para pengikut Thariqah An-Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah Kedung paruk yang diadakan setiap hari Selasa dan diisi dengan pengajian dan tawajjuhan).<br />
<br />
Murid-murid dari Syaikh Abdul Malik diantaranya KH Abdul Qadir, Kiai Sa’id, KH Muhammad Ilyas Noor (mursyid Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah sekarang), KH Sahlan (Pekalongan), Drs Ali Abu Bakar Bashalah (Yogyakarta), KH Hisyam Zaini (Jakarta), Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), KH Ma’shum (Purwokerto) dan lain-lain.<br />
<br />
Sebagaimana diungkapkan oleh murid beliau, yakni Habib Luthfi bin Yahya, Syaikh Abdul Malik tidak pernah menulis satu karya pun. “Karya-karya Al-Alamah Syaikh Abdul Malik adalah karya-karya yang dapat berjalan, yakni murid-murid beliau, baik dari kalangan kyai, ulama maupun shalihin.”<br />
<br />
Diantara warisan beliau yang sampai sekarang masih menjadi amalan yang dibaca bagi para pengikut thariqah adalah buku kumpulan shalawat yang beliau himpun sendiri, yaitu Al-Miftah al-Maqashid li-ahli at-Tauhid fi ash-Shalah ‘ala babillah al-Hamid al-majid Sayyidina Muhammad al-Fatih li-jami’i asy-Syada’id.”<br />
<br />
Shalawat ini diperolehnya di Madinah dari Sayyid Ahmad bin Muhammad Ridhwani Al-Madani. Konon, shalawat ini memiliki manfaat yang sangat banyak, diantaranya bila dibaca, maka pahalanya sama seperti membaca kitab Dala’ilu al-Khairat sebanyak seratus sepuluh kali, dapat digunakan untuk menolak bencana dan dijauhkan dari siksa neraka.<br />
<br />
Syaikh Abdul Malik wafat pada hari Kamis, 2 Jumadil Akhir 1400 H (17 April 1980) dan dimakamkan keesokan harinya lepas shalat Ashar di belakang masjid Baha’ul Haq wa Dhiya’uddin, Kedung Paruk Purwokerto. </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-80779670927855149432011-04-03T07:26:00.001-07:002011-04-03T07:26:07.191-07:00<h3 class="western">AL HABIB MUHAMMAD BIN SALIM BIN HAFIDZ </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKFV7axn5KxWkWYim0hqZ9Zo2XJhA2IEY0E_fPRptlgd7A2Y8WuK7IFd7tUuzHCia3oZbVJ2JcA18VKuNvQfgeI8VzZlEdKy3p0ri0_MSh5GBwOCpmRDi87aXOFHWh0CzeucjC2nOkZXo/s320/Habib+muhammad+bin+salim+bin+hafidz.jpg" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;">Habib Muhammad bin Salim bin Hafidz bin Abdullah bin Abu Bakar bin ‘Aydrus bin ‘Umar bin ‘Aydrus bin ‘Umar bin Abu Bakar bin ‘Aydrus bin Husein bin As-Syekh Al Kabir Al-Qutb As-Syahir Abu Bakar bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman As-segaf bin Syekh Muhammad Maula Ad-Dawilayh bin Syekh Ali Shohibud Dark bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein. Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in.<br />
<br />
Selain dikenal sebagai seorang pendidik yang ulung, beliau juga giat berdakwah menyeru orang-orang ke jalan Allah swt dan menyebarkan ilmu-ilmu syari’at. Prinsipnya dalam berdakwah, beliau tak kenal menyerah, bahkan siap mengorbankan jiwa, raga dan harta untuk meraih keridhaan Allah swt.<br />
<br />
Habib Muhammad lahir di Misthoh, sebuah kampung kecil di pinggiran kota Tarim pada tahun 1332 H. Sedari kecil beliau telah mendapat pendidikan agama dan budi pekerti langsung dari ayahandanya, Habib Salim bin Hafidz. Wajarlah, ketika usianya tumbuh dewasa, pribadi Habib Muhammad dipenuhi budi pekerti dan sifat-sifat yang mulia.<br />
<br />
Selain dididik sang ayah, beliau juga belajar dengan para ulama dan habaib yang ada di Hadramaut. Di antaranya Habib Ali bin Abdurrahman Al-Masyhur, Habib Abdullah bin Umar Asy-Syatiri, Habib Alwi bin Abdullah bin Syihab dan banyak lagi guru alim lainnya.<br />
Semangat belajar yang tinggi, ditunjang dengan kecerdasan yang telah tumbuh sejak kecil, membuat Habib Muhammad tidak hanya memilih satu bidang ilmu keahlian, beliau mempelajari ilmu agama hampir secara keseluruhan, meliputi segala ilmu agama, seperti ilmu hadits, tafsir, fiqih, ushul, nahwu, balaghah, tasawuf, falaq dan lain-lain. Untuk memperoleh berbagai macam bidang ilmu itu, beliau harus sering bepergian jauh meningggalkan kampung halamannya untuk bertemu ulama-ulama yang berada di Makkah, Madinah, juga India, Pakistan dan negeri-negeri lainnya.<br />
<br />
Selepas menimba ilmu dari banyak Alim Ulama dan dari berbagai negeri, beliau kembali ke kampong halamannya dan beliau mendirikan majelis ilmu. Habib Muhammad sangat memperhatikan bidang pendidikan . besar harapannya, adanya lembaga pendidikan akan memberikan manfaat terbaik kepada kaum muslimin dimanapun.<br />
<br />
Maka wajarlah bila medan dakwah yang beliau kembangkan tidak hanya di sekitar Hadramaut, tapi juga ke Makkah, Madinah dan negeri-negeri terdekat, seperti Afrika, Pakistan dan lain-lain. Agar lebih menyebar luas, beliau tidak saja berdakwah secara lisan, tapi juga bil qalam ( dengan tulisan ), dengan mengarang kitab Takmilah Zubdatul Hadits Fil Faraidh dan Al Miftah Libabin Nikah. Karena ketinggian ilmunya, beliau dipilih sebagai Mufti kota Tarim.<br />
<br />
Sekalipun sudah menjadi orang alim, Habib Muhammad dikenal sangat menghormati guru-gurunya, memperhatikan segala perintah, dan mengutamakan hak-hak mereka ketika masih hidup maupun sudah wafat. Beliau juga selalu berbakti dan patuh terhadap orang tua, berbuat baik terhadap keluarga, memiliki sifat sabar, selal;u memberi maaf, dan apabila dimusuhi akan balas dengan kebaikan, selalu tunduk dan khusyu’ kepada Allah swt, sangat tawadhu’, tidak mengumbar kegembiraan dengan hal-hal bersifat duniawi. Ya, segala perangi terpuji terkumpul dalam keperibadian Habib Muhammad.<br />
<br />
Habib Muhammad menghabiskan waktunya dengan bermacam-macam ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah swt. Beliau tidak pernah meninggalkan ibadah malam hari. Aktivitasnya dipenuhi dengan membaca Al-Qur’an, berdzikir, mengajar, menulis, ziarah, memberi fatwa ilmu dan menolong sesama. Bahkan pernah, dalam satu hari, beliau hadir dalam 16 majelis ilmu.<br />
<br />
Habib Muhammad selalu ridha karena Allah swt, dan marah apabila hak-hak Allah swt diremehkan. Beliau pemberani, tidak takut segala rintangan yang menghalanginya dalam berdakwah. Hingga suatu waktu, beliau dipanggil oleh pemerintah pemberontak komunis di negeri itu pada bulan Dzulhijjah 1392 H. tak pernah kembali, dan sejak itulah beliau dianggap telah gugur sebagai syahid dunia dan akhirat, dalam usia 60 tahun.<br />
<br />
Ketika itu, beliau datang bersama seorang anak berusia 9 tahun. Dengan sabar dan penuh ketabahan, ketika dipanggil ke barak, beliau berkata kepada si anak, yang tiada lain Habib Umar, “Nak, tunggulah disini, Ayah pergi sebentar. Tunggu Ayah sampai kembali.” Habib Muhammad lalu melepas surban dan menyerahkannnya kepada Habib Umar.<br />
<br />
Lama ditunggu, Habib Muhammad tak kembali. Kemudian Habib Umar masuk ke dalam barak sembari membawa surban ayah tercinta, dan bertanya kepada petugas yang berjaga. Namun tidak ada yang bisa mewmberikan jawaban yang sebenarnya, hingga ada orang yang iba melihat anak kecil itu dan kemudian membawanya pulang dan mendidiknya menjadi orang yang alim. Dialah yang dikemudian hari dikenal sebagai pemimpin Pondok Pesantren Darul Musthafa, Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz Ibnu Syekh Abu Bakar bin Salim. </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-298576260799101662011-04-03T07:25:00.003-07:002011-04-03T07:25:52.107-07:00AL HABIB NUH BIN MUHAMMAD AL HABSY ( SINGAPURA )<h3 class="western">AL HABIB NUH BIN MUHAMMAD AL HABSY ( SINGAPURA ) </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxUM3-q4_mUI6YICnSJlvG3r1CHwsR9DA-3tFw-Ar3PuNIJt__81S1COlQwqhx74glL4fYkmnIeeq7zXJ9ItLc6zEA1jKQ3jzxn3GeilB_9-TZuxVG-UkcSuildyZPiNt7y5c0uL5_ISQ/s320/makam+hb+nuh.JPG" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;">Habib Nuh bin Muhammad Al Habsyi lahir di atas kapal laut pada tahun 1788 (1202 / 3 Hajirah). Dia adalah keturunan langsung dari Nabi Muhammad. Orang tuanya adalah orang Arab dari Hadramaut, daerah Arabia selatan yang sekarang dikenal sebagai Yaman. Menurut Syaikh Hasan Al-Khatib, pengurus dari Maqam Habib Nuh, yang mendengar dari Habib AlKhair, istri Habib Muhammad melahirkan ketika badai besar dan menghantam kapal. Ini adalah saat yang kritis dan kapal terancam terbalik. Pada waktu itu, Habib Mohamad membuat Nazar bahwa jika bayi itu lahir dengan selamat, ia akan beri nama bayi itu "Noh" dalam mengingat Nuh (Noah) yang membawa cahaya rahmat dalam kapalnya. Tak lama kemudian, Habib Noh tiba dengan selamat ke dunia ini.<br />
<br />
Menurut beberapa beberapa sumber, ayah Habib Nuh itu, Habib Muhammad Al Habsyi bekerja sebagai pejabat istana di bawah Sultan Ahmad Tajuddin Halim Shah II. Kursi pemerintah Kedah kemudian di Kota Kuala Muda. Ketika istrinya meninggal Habib Muhammad Al Habsyi menikah dengan Ku Pahmah, janda Syed Yassin Al Anggawi yang terbunuh di Limbong Kapal saat diserang Siam Kedah pada tahun 1821. After the marriage, Setelah menikah, keluarganya pindah ke Penang. Habib Noh juga memiliki saudara dengan nama Sharifah Aloyah keturunan yang saat ini masih berada di Penang. <br />
<br />
<b>Kedatangan di Singapura</b><br />
<br />
Sekitar tahun 1819, Habib Nuh telah diundang ke Singapura oleh Habib Salim bin Abdullah Sumayr Ba setelah pulau itu menjadi koloni Inggris. Habib Noh tinggal di sini ( di Singapura) selama sekitar 50 tahun. Beberapa laporan menyebutkan bahwa ia tinggal di Kampung Kaji ( samping Masjid Al-Sultan )<br />
<br />
Beliau datang dan terkenal karena menjadi majdhub '' karena ia melakukan hal-hal yang luar biasa. Dia mencintai anak-anak yang suka menemaninya mana pun ia pergi.<br />
<br />
Di antara kebiasaan terpuji adalah untuk mendistribusikan makanan kepada orang miskin. Seringkali, ia akan masuk toko, mengambil semua uang dari laci kas dan melemparkannya kepada anak-anak yang sedang menunggu. Mereka pemilik toko yang menyadari keadaan-Nya yang suci tidak membuat usaha apapun untuk menghentikannya dan di gantikan oleh Allah dengan kemakmuran dalam bisnis mereka setelahnya.<br />
<br />
Kegiatan-kegiatan tersebut tidak disukai oleh penguasa kolonial Inggris yang mencoba untuk menempatkan dia dalam penjara beberapa kali. Namun, setelah melakukan hal ini berkali-kali, mereka akhirnya menyerah dan meninggalkannya sendirian. The reason? Alasannya? Setiap kali ia ditangkap, dan dimasukkan ke dalam penjara, ia misterius menghilang dari selnya dan terlihat diluar berjalan bebas. Ini adalah salah satu tanda-tanda Awliya, pelayanan mereka kepada Allah telah membebaskan mereka dari manusia.<br />
<br />
Beliau sering memberi saran kepada masyarakat. Beliau menyuruh teman-temannya untuk selalu menunjukkan kasih sayang, untuk meningkatkan pengetahuan agama mereka dan konsisten dalam belajar Al-Quran. <br />
<br />
Habib Nuh sering bangun di malam hari untuk melakukan shalat sampai fajar. Dia sering mengunjungi kuburan kaum muslimin di tengah malam untuk membaca ayat-ayat Al-Quran sampai fajar menyingsing. Habib Noh kemudian pindah ke Marang Road, dekat Masjid Temenggong. Beliau akan khalwat (tetap dalam kesendirian untuk dzikrullah) di puncak Gunung Palmer, yang lalu disebuah hutan tebal menghadap ke laut luas. Mungkin ini adalah satu cara bagi beliau untuk lebih mendekatkan lagi kepada Allah.<br />
<br />
Banyak orang pada siang hari berbondong-bondong untuk melihatnya dan mencari berkah dari doa beliau yang tulus. Karena mereka adalah akan berhari-hari lama di kapal untuk berlayar, perjalanan dengan kapal sering berbahaya dan butuh beberapa bulan untuk berlayar dari Singapura ke Jeddah, Saudi. berdoa untuk perjalananan yang aman mereka.<br />
<br />
Cerita di Habib Nuh sering berputar di sekitar kemampuan karamahnya yang luar biasa terutama untuk tampil di sejumlah tempat pada saat yang sama. Dia terlihat di Mekah ketika diketahui bahwa dia belum meninggalkan Singapura. Dia telah dikenal untuk mengucapkan selamat tinggal kepada wisatawan meninggalkan Singapura dengan kata-kata 'Aku akan berada di sana saat Anda tiba. Ketika perjalanan mencapai tujuannya setelah bulan kemudian, Habib Nuh sudah ada di sana untuk menyambutnya di pelabuhan. <br />
<br />
<b>Ini adalah kisah-kisah Habib Nuh Al Habsyi</b><br />
<br />
Sekali seorang pengusaha Singapura yang menonjol adalah tentang untuk berlayar sebelum waktu makan siang pada hari tertentu. Dia menerima kabar bahwa Habib Nuh ingin makan siang bersamanya di rumahnya hari itu juga. Karena cintanya kepada wali besar ini, ia tidak berangkat pada hari itu kapal tapi tinggal di belakang untuk makan siang dengan Habib Nuh. tidak tahu pada waktu itu bahwa Habib Noh-yang juga dikenal karena karunia-Nya mengetahui tentang peristiwa datang (kashf) telah datang untuk makan siang dengan tujuan. Itu adalah untuk mencegah dia dari berlayar di kapal yang ditakdirkan terdampar di dekat Penang beberapa hari kemudian, turun dengan sebagian besar penumpangnya.<br />
<br />
Seorang pria dengan nama Tok Mat, yang memiliki kereta kuda, digunakan untuk mengambil Habib Nuh pada naik di keretanya. Suatu malam Tok Mat kembali ke rumah sendirian di kereta terasa sangat takut, seperti Singapura, seratus tahun yang lalu, bukanlah tempat yang aman seperti sekarang. Perampok dan bandit di mana-mana, menunggu untuk membawa wisatawan tanpa disadari oleh terkejut. Tok Mat merasa takut dan berharap Habib Nuh ada di sana untuk melindunginya. Dia berbalik dan terkejut melihat Habib Nuh sedang duduk di keretanya dan tersenyum padanya.<br />
<br />
Suatu malam, Habib Nuh RA sedang beristirahat ketika dia mendengar teriakan anak terus menerus, dari rumah tetangganya. Habib Nuh bangkit dan pergi ke rumah ke rumah tetangganya. Dia memberi Salaam dan memasuki rumah tetangga, di mana, ia melihat ayah dari anak itu menangis. Dia bertanya kepada ibu dari anak tentang hal ini." ibu itu menjawab, "Habib, anak saya menangis karena dia ingin minum susu tapi saya tidak punya uang untuk membelinya suami saya menangis karena dia terlalu kewalahan ketika dia mendengar anak itu menangis.." Habib Nuh lalu meminta air minum. Sang ibu memberinya air dalam kulit kelapa. Habib Nuh membaca beberapa ayat dan beberapa saat kemudian, air berubah menjadi susu kemudian susu itu diberikan kepada anak itu.<br />
<br />
Suatu hari, ada sekelompok orang mengunjungi Habib Nuh. Mereka menunggu saat dia berdoa setelah Asar. Segera, Habib Nuh datang menemui tamunya. Sementara ia menyapa dari orang kedua dalam grup tersebut, ia mengamati wajah pria itu dan berkata, "Ini lebih baik bagi Anda untuk pergi sekarang karena ibu Anda sedang menghadapi saat-saat terakhir, dan sedang sekarat." Pria itu bergegas pulang ditemani Habib Nuh. Setelah mereka tiba, ibu dari pria itu baru saja meninggal.<br />
<br />
Begitu ada seorang pedagang Arab yang adalah pengikut Habib Nuh. Suatu hari, ia mengundang Habib Nuh ke rumahnya untuk doa perpisahan (Do'a Selamat) karena ia akan kembali ke Yaman untuk berbisnis. pedagang itu membuat persiapan untuk perjalanannya. Menurut rencana, ia akan meninggalkan segera setelah doa perpisahan, dan akan menuju ke kapal yang sedang menunggu. Pada waktu itu, hanya akan ada sebuah kapal yang berlayar beberapa ke Yaman dalam satu minggu. Sesuatu yang aneh terjadi. Ketika Habib Nuh tiba, ia duduk di bagasi, sementara pedagang membuat doa perpisahan. Ini belum pernah terjadi sebelumnya. Habib Nuh membuat permohonan yang sangat panjang, bahkan sampai pedagang menjadi resah, karena kapalnya akan segera berlayar. Sebagai tanda hormat kepada Habib Nuh, tidak ada yang berani mengatakan apa-apa. Akhirnya, Habib Nuh mengakhiri doanya. Saat itu, kapal yang pedagang seharusnya di dalam, sudah meninggalkan pelabuhan. Para tamu mulai makan tapi tidak ada yang mengatakan sesuatu atau mempertanyakan Habib Nuh. pedagang itu melewatkan kapalnya. . Seminggu kemudian, mereka mendengar kabar bahwa kapal yang pedagang seharusnya di tenggelam di Samudera Hindia, dan semua orang di kapal meninggal. Itulah saat mereka menyadari alasan di balik perilaku Habib.<br />
<br />
Selama Perang Dunia II, sebuah pesawat Jepang menjatuhkan bom yang mendarat di atap Maqam itu. Bangunan sekitar Maqam itu benar-benar hancur, bahkan pintu masuk ke Maqam itu hancur. Habib AlKhair (pengasuh maqam dipercaya) sedikit terluka. Demi Allah akan Maqam tetap tak tersentuh.<br />
<br />
Setelah 78 tahun mengabdi untuk agama Islam, Habib Nuh meninggal dengan tenang pada tanggal Jumat, 27 Juli 1866 sesuai dengan 14 Rabbiul Awal 1283. Beberapa hari sebelumnya meninggal, ia banyak memberi nasihat kepada teman-teman tercinta.<br />
<br />
Disela napas terakhir di Telok Blangah di kediaman Johor's Temenggong Abu Bakar. Ketika menyebarkan berita, banyak orang dari semua lapisan masyarakat, termasuk orang orang Inggris yang masuk Islam melalui Habib Nuh, dan mereka yang berasal dari pulau-pulau tetangga datang untuk menghormati mereka yang terakhir. Semua kereta kuda di Singapura berhenti dari kegiatan sehari-hari mereka, untuk feri orang tua, perempuan dan anak untuk pemakaman secara gratis. Tetapi sebelum arak-arakan itu meninggalkan rumah Temenggong untuk tanah pemakaman, sebuah fenomena aneh terjadi.<br />
<br />
Sebelum kematiannya, Habib Noh telah benar-benar menginstruksikan teman-temannya untuk mengubur dia di puncak Gunung Palmer, yang selama waktu itu merupakan tempat pemakaman kecil. Entah bagaimana pada hari yang menentukan, semua orang sudah lupa tentang hal itu dan mereka semua bersiap untuk pergi ke pemakaman Muslim Bidadari. Ketika tiba waktunya untuk membawa peti mati itu, itu menolak untuk beranjak dari tanah. Tidak ada yang dapat mengangkatnya. Suasana berbalik panik, dan hampir semua orang menangis saat melihat peti mati tidak bergerak satu inci, meskipun upaya yang kuat dari orang mampu.<br />
<br />
Untungnya, ada orang akhirnya ingat instruksi dari almarhum Habib Nuh itu maju dan situasi yang sesungguhnya ditujukan untuk semua orang. Setiap orang menyadari selang beberapa mereka dalam memori dan segera memutuskan untuk melanjutkan ke Gunung Palmer sebagai gantinya. Dengan kehendak Allah, peti mati itu bisa bergerak lebih nyaman dan tangisan Allahu Akbar! Memenuhi udara. Sesuai keinginan perpisahannya, Habib adalah aman Noh dimakamkan di Gunung Palmer.<br />
<br />
ketika Anda mengemudi di sudut menuju ujung jembatan jalan Tanjung Pagar terhadap Changi Airport, jangan lupa untuk membaca Al-Fatihah untuk orang suci yang besar...al Habib Nuh bin Muhammad Al Habsyi. </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-91305806019553465932011-04-03T07:25:00.001-07:002011-04-03T07:25:10.733-07:00AL HABIB SALIM BIN JINDAN<h3 class="western">AL HABIB SALIM BIN JINDAN </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhGd0WC6zlMQnJc3Fxi7j4B0MCEELi6CrUfwG3EIxO7JlyWySGX7PyLrKA1uGCfc_0ktm66Dee96Tym5t1zbz1ajrpLMX8BlLhPOqu8WAybwf_DkWpxZ6dhTZq_uAqjRbUEkRHNZYMpUr0/s320/Habib-salim-bin+2-jindan.jpg" /> </div><a href="" name="goog_904304059"></a><a href="" name="goog_904304060"></a><a href="" name="goog_904304062"></a><a href="" name="goog_904304063"></a> Habib Salim bin Ahmad bin Husain bin Sholeh bin Abdullah bin ‘Umar bin ‘Abdullah (Bin Jindan) bin Syaikhan bin Syaikh Abu Bakar bin Salim adalah ulama dan wali besar ini dilahirkan di Surabaya pada 18 Rajab 1324. Memulakan pengajiannya di Madrasah al-Khairiyyah, Surabaya sebelum melanjutkan pelajarannya ke Makkah, Tarim dan Timur Tengah. Berguru dengan ramai ulama. Seorang ahli hadis yang menghafal 70,000 hadis (i.e. ada yang mengatakan ratusan ribu hadis). Beliau juga seorang ahli sejarah yang hebat, sehingga diceritakan pernah beliau menulis surat dengan Ratu Belanda berisikan silsilah raja-raja Belanda dengan tepat. Hal ini amat mengkagumkan Ratu Belanda, lantas surat beliau diberi jawaban dan diberi pujian dan penghargaan, sebab tak disangka oleh Ratu Belanda, seorang ulama Indonesia yang mengetahui silsilahnya dengan tepat. Tetapi tanda penghargaan Ratu Belanda tersebut telah dibuang oleh Habib Salim kerana beliau tidak memerlukan penghargaan.<br />
<br />
Dalam usaha dakwahnya, beliau telah mendirikan madrasah di Probolinggo serta mendirikan Majlis Ta’lim Fakhriyyah di Jakarta, selain merantau ke berbagai daerah Indonesia untuk tujuan dakwah dan ta’lim. Mempunyai ramai murid antaranya Kiyai Abdullah Syafi`i, Habib Abdullah bin Thoha as-Saqqaf, Kiyai Thohir Rohili, Habib Abdur Rahman al-Attas dan ramai lagi.<br />
<br />
Habib Salim juga aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia sehingga dipenjarakan oleh Belanda. Di zaman penjajahan Jepun, beliau juga sering dipenjara kerana ucapan-ucapannya yang tegas, bahkan setelah kemerdekaan Indonesia, beliau juga sering keluar masuk penjara kerana kritikannya yang tajam terhadap kerajaan apalagi dalam hal bersangkutan agama yang sentiasa ditegakkannya dengan lantang.<br />
<br />
Sifat dan kepribadian luhurnya serta ilmunya yang luas menyebabkan ramai yang berguru kepada beliau, Presiden Soerkano sendiri pernah berguru dengan beliau dan sering dipanggil ke istana oleh Bung Karno. Waktu Perjanjian Renvil ditandatangani, beliau turut naik atas kapal Belanda tersebut bersama pemimpin Indonesia lain. Beliau wafat di Jakarta pada 10 Rabi`ul Awwal dan dimakamkan dengan Masjid al-Hawi, Jakarta……Al-Fatihah.<br />
<b><br />
Ratapan 10 Muharram – Fatwa Habib Salim</b><br />
Lantaran Revolusi Syiah Iran yang menumbangkan kerajaan Syiah Pahlavi, maka ada orang kita yang terpengaruh dengan ajaran Syiah. Bahkan ada juga keturunan Saadah Ba ‘Alawi yang terpengaruh kerana termakan dakyah Syiah yang kononnya mengasihi Ahlil Bait.<br />
<br />
Habib Salim bin Ahmad Bin Jindan telah menulis sebuah kitab membongkar kesesatan Syiah yang diberinya judul “Ar-Raa`atul Ghoomidhah fi Naqdhi Kalaamir Raafidhah”. Berhubung dengan bid`ah ratapan pada hari ‘Asyura, Habib Salim menulis, antaranya:<br />
<br />
• Dan di antara seburuk-buruk adat mereka daripada bid`ah adalah puak Rawaafidh (Syiah) meratap dan menangis setiap tahun pada 10 Muharram hari terbunuhnya al-Husain. Maka ini adalah satu maksiat dari dosa-dosa besar yang mewajibkan azab bagi pelakunya dan tidak sewajarnya bagi orang yang berakal untuk meratap seperti anjing melolong dan menggerak-gerakkan badannya.<br />
<br />
• Junjungan Rasulullah s.a.w. telah menegah daripada perbuatan sedemikian (yakni meratap) dan Junjungan Rasulullah s.a.w. telah melaknat orang yang meratap. Dan di antara perkara awal yang diminta oleh Junjungan Rasulullah s.a.w. daripada wanita-wanita yang berbaiah adalah supaya mereka meninggalkan perbuatan meratap terhadap si mati, di mana Junjungan s.a.w. bersabda: “Dan janganlah kalian merobek pakaian, mencabut-cabut rambut dan menyeru-nyeru dengan kecelakaan dan kehancuran”.<br />
<br />
• Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan satu hadis daripada Sayyidina Ibnu Mas`ud r.a. bahawa Junjungan s.a.w bersabda: “Bukanlah daripada kalangan kami orang yang memukul dada, mengoyak kain dan menyeru dengan seruan jahiliyyah (yakni meratap seperti ratapan kaum jahiliyyah).” Maka semua ini adalah perbuatan haram dan pelakunya terkeluar daripada umat Muhammad s.a.w. sebagaimana dinyatakan dalam hadis tadi.<br />
<br />
• Telah berkata asy-Syarif an-Nashir li Ahlis Sunnah wal Jama`ah ‘Abdur Rahman bin Muhammad al-Masyhur al-Hadhrami dalam fatwanya: “Perbuatan menyeru `Ya Husain’ sebagaimana dilakukan di daerah India dan Jawa yang dilakukan pada hari ‘Asyura, sebelum atau selepasnya, adalah bid`ah madzmumah yang sangat-sangat haram dan pelaku-pelakunya dihukumkan fasik dan sesat yang menyerupai kaum Rawaafidh (Syiah) yang dilaknat oleh Allah. Bahwasanya Junjungan Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesiapa yang menyerupai sesuatu kaum, maka dia daripada kalangan mereka dan akan dihimpun bersama mereka pada hari kiamat.”<br />
<br />
Janganlah tertipu dengan dakyah Syiah. Pelajarilah betul-betul pegangan Ahlus Sunnah wal Jama`ah dan berpegang teguh dengannya. Katakan tidak kepada selain Ahlus Sunnah wal Jama`ah, katakan tidak kepada Wahhabi, katakan tidak kepada Syiah.<br />
<br />
<br />
<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" name="graphics2" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoq_f9z5rVbQaFSnWQsq7oGazJzM0oPNhmJYXlNEjtAX8pGlfIEvh3b5yw5i4UrvFXALZ2VbFjW9dJGWf_ZiEt7cEKF93ik-j18S1ao-phGCcEbVyHqF_CTprNaLJ8XNOQJyMIEABiy_w/s320/HabibSalimJindan(Haji).jpg" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><b>Ketika Menunaikan Ibadah Haji</b></span></span></div><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div><b>Ulama dan Pejuang Kemerdekaan</b><br />
<br />
Ulama Jakarta ini menguasai beberapa ilmu agama. Banyak ulama dan habaib berguru kepadanya. Koleksi kitabnya berjumlah ratusan. Ia juga pejuang kemerdekaan.<br />
<br />
Pada periode 1940-1960, di Jakarta ada tiga habaib yang seiring sejalan dalam berdakwah. Mereka itu: Habib Ali bin Abdurahman Alhabsyi (Kwitang), Ali bin Husein Alatas (Bungur) dan Habib Salim bin Jindan (Otista). Hampir semua habaib dan ulama di Jakarta berguru kepada mereka, terutama kepada Habib Salim bin Jindan – yang memiliki koleksi sekitar 15.000 kitab, termasuk kitab yang langka. Sementara Habib Salim sendiri menulis sekitar 100 kitab, antara lain tentang hadits dan tarikh, termasuk yang belum dicetak.<br />
<br />
Lahir di Surabaya pada 18 Rajab 1324 (7 September 1906) dan wafat di Jakarta pada 16 Rabiulawal 1389 (1 Juni 1969), nama lengkapnya Habib Salim bin Ahmad bin Husain bin Saleh bin Abdullah bin Umar bin Abdullah bin Jindan. Seperti lazimnya para ulama, sejak kecil ia juga mendapat pendidikan agama dari ayahandanya.<br />
<br />
Menginjak usia remaja ia memperdalam agama kepada Habib Abdullah bin Muhsin Alatas (Habib Empang, Bogor), Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar (Bondowoso), Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi (Surabaya), Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf (Gresik), K.H. Cholil bin Abdul Muthalib (Kiai Cholil Bangkalan), dan Habib Alwi bin Abdullah Syahab di Tarim, Hadramaut.<br />
<br />
Selain itu ia juga berguru kepada Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfagih, seorang ahli hadits dan fuqaha, yang sat itu juga memimpin Madrasah Al-Khairiyah di Surabaya. Bukan hanya itu, ia juga rajin menghadiri beberapa majelis taklim yang digelar oleh para ulama besar. Kalau dihitung, sudah ratusan ulama besar yang ia kunjungi.<br />
<br />
Dari perjalanan taklimnya itu, akhirnya Habib Salim mampu menguasai berbagai ilmu agama, terutama hadits, tarikh dan nasab. Ia juga hafal sejumlah kitab hadits. Berkat penguasaannya terhadap ilmu hadits ia mendapat gelar sebagai muhaddist, dan karena menguasai ilmu sanad maka ia digelari sebagai musnid.<br />
<br />
Mengenai guru-gurunya itu, Habib Salim pernah berkata, “Aku telah berkumpul dan hadir di majelis mereka. Dan sesungguhnya majelis mereka menyerupai majelis para sahabat Rasulullah SAW dimana terdapat kekhusyukan, ketenangan dan kharisma mereka.”<br />
<br />
Adapun guru yang paling berkesan di hatinya ialah Habib Alwi bin Muhammad Alhaddad dan Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf. Tentang mereka, Habib Salim pernah berkata, ”Cukuplah bagi kami mereka itu sebagai panutan dan suri tauladan.”<br />
<br />
Pada 1940 ia hijrah ke Jakarta. Di sini selain membuka majelis taklim ia juga berdakwah ke berbagai daerah. Di masa perjuangan menjelang kemerdekaan, Habib Salim ikut serta membakar semangat para pejuang untuk berjihad melawan penjajah Belanda. Itu sebabnya ia pernah ditangkap, baik di masa penjajahan Jepang maupun ketika Belanda ingin kembali menjajah Indonesia seperti pada Aksi Polisionil I pada 1947 dan 1948.<br />
<br />
Dalam tahanan penjajah, ia sering disiksa: dipukul, ditendang, disetrum. Namun, ia tetap tabah, pantang menyerah. Niatnya bukan hanya demi amar makruf nahi munkar, menentang kebatilan dan kemungkaran, tetapi juga demi kemerdekaan tanah airnya. Sebab, hubbul wathan minal iman – cinta tanah air adalah sebagian dari pada iman.<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" name="graphics3" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPe1J32LyCZT2X9v9RGAfEY8vrB2sJsnrtlbPAiJy98pXj6xcHAM8cL72ttOwRKY5wHs_Wy1HnO9wt_9T7bNs9WNU167BdMCw4OICQubsCC67p89G7a13a0-9kPvQ6JiFOmcsfE1Qu4g4/s320/HabibSalimJindan.jpg" /> </div><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><b>Bersama Teman dan Sanak Keluarga</b></span></span></div><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div><div style="margin-bottom: 0in;"><b>Kembali Berdakwah</b><br />
<br />
Setelah Indonesia benar-benar aman, Habib Salim sama sekali tidak mempedulikan apakah perjuangannya demi kemerdekaan tanah air itu dihargai atau tidak. Ia ikhlas berjuang, kemudian kembali membuka majelis taklim yang diberi nama Qashar Al-Wafiddin. Ia juga kembalin berdakwah dan mengajar, baik di Jakarta, di beberapa daerah maupun di luar negeri, seperti Singapura, Malaysia, Kamboja.<br />
<br />
Ketika berdakwah di daerah-daerah itulah ia mengumpulkan data-data sejarah Islam. Dengan cermat dan tekun ia kumpulkan sejarah perkembangan Islam di Ternate, Maluku, Ambon, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Timor Timur, Pulau Roti, Sumatera, Pulau Jawa. Ia juga mendirikan sebuah perpustakaan bernama Al-Fakhriah.<br />
<br />
Di masa itu Habib Salim juga dikenal sebagai ulama yang ahli dalam menjawab berbagai persoalan – yang kadang-kadang menjebak. Misalnya, suatu hari, ketika ia ditanya oleh seorang pendeta, ”Habib, yang lebih mulia itu yang masih hidup atau yang sudah mati?” Maka jawab Habib Salim, “Semua orang akan menjawab, yang hidup lebih mulia dari yang mati. Sebab yang mati sudah jadi bangkai.”<br />
<br />
Lalu kata pendeta itu, “Kalau begitu Isa bin Maryam lebih mulia dari Muhammad bin Abdullah. Sebab, Muhammad sudah meninggal, sementara Isa — menurut keyakinan Habib — belum mati, masih hidup.”<br />
<br />
“Kalau begitu berarti ibu saya lebih mulia dari Maryam. Sebab, Maryam sudah meninggal, sedang ibu saya masih hidup. Itu, dia ada di belakang,” jawab Habib Salim enteng. Mendengar jawaban diplomatis itu, si pendeta terbungkam seribu bahasa, lalu pamit pulang. Ketika itu banyak kaum Nasrani yang akhirnya memeluk Islam setelah bertukar pikiran dengan Habib Salim.<br />
<br />
Habib Salim memang ahli berdebat dan orator ulung. Pendiriannya pun teguh. Sejak lama, jauh-jauh hari, ia sudah memperingatkan bahaya kerusakan moral akibat pornografi dan kemaksiatan. “Para wanita mestinya jangan membuka aurat mereka, karena hal ini merupakan penyakit yang disebut tabarruj, atau memamerkan aurat, yang bisa menyebar ke seluruh rumah kaum muslimin,” kata Habib Salim kala itu.<br />
<br />
Ulama besar ini wafat di Jakarta pada 16 Rabiulawal 1389 (1 Juni 1969). Ketika itu ratusan ribu kaum muslimin dari berbagai pelosok datang bertakziah ke rumahnya di Jalan Otto Iskandar Dinata, Jakarta Timur. Iring-iringan para pelayat begitu panjang sampai ke Condet. Jasadnya dimakamkan di kompleks Masjid Alhawi, Condet, Jakarta Timur.<br />
<br />
Almarhum meninggalkan dua putera, Habib Shalahudin dan Habib Novel yang juga sudah menyusul ayahandanya. Namun, dakwah mereka tetap diteruskan oleh anak keturunan mereka. Mereka, misalnya, membuka majelis taklim dan menggelar maulid (termasuk haul Habib Salim) di rumah peninggalan Habib Salim di Jalan Otto Iskandar Dinata.<br />
<br />
Belakangan, nama perpustakaan Habib Salim, yaitu Al-Fachriyyah, diresmikan sebagai nama pondok pesantren yang didirikan oleh Habib Novel bin Salim di Ciledug, Tangerang. Kini pesantren tersebut diasuh oleh Habib Jindan bin Novel bin Salim dan Habib Ahmad bin Novel bin Salim – dua putra almarhum Habib Novel. “Sekarang ini sulit mendapatkan seorang ulama seperti jid (kakek) kami. Meski begitu, kami tetap mewarisi semangatnya dalam berdakwah di daerah-daerah yang sulit dijangkau,” kata Habib Ahmad, cucu Habib Salim bin Jindan.<br />
<br />
Ada sebuah nasihat almarhum Habib Salim bin Jindan yang sampai sekarang tetap diingat oleh keturunan dan para jemaahnya, ialah pentingnya menjaga akhlak keluarga. ”Kewajiban kaum muslimin, khususnya orangtua untuk menasihati keluarga mereka, menjaga dan mendidik mereka, menjauhkan mereka dari orang-orang yang bisa merusak akhlak. Sebab, orangtua adalah wasilah (perantara) dalam menuntun anak-anak. Nasihat seorang ayah dan ibu lebih berpengaruh pada anak-anak dibanding nasehat orang lain.”<br />
<br />
<i>Disarikan dari Manakib Habib Salim bin Jindan karya Habib Ahmad bin Novel bin Salim</i></div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-50248729244344866352011-04-03T07:23:00.001-07:002011-04-03T07:23:33.257-07:00AL HABIB HUSEIN BIN HADI AL HAMID<h3 class="western">AL HABIB HUSEIN BIN HADI AL HAMID </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" height="320" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgBMfckAw-8vATgsFwu0Rr8Sl1ScQL_fNzlfIzziebmIeGwlX8fUez0YOwcYeDl_vjnPKfKEURQwZBMsgtqqMKr1SPzw6mwnW25-vyDetTIyA3jQxBYBEpHy_rDTIBs3lJ9yVHAWqhrmjM/s320/Habib+Husein+bin+Hadi+Al-Hamid+Brani.jpg" width="287" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;"><b>Waliyullah Yang Berumur Panjang</b><br />
<br />
Habib Husein termasuk seorang Waliyullah yang berumur panjang dan jauh daripenyakit - penyakit. Selian itu, ia sampai akhir hayatnya tidak pernah absen shalat Subuh berjamaah<br />
<br />
Di Desa Brani Kulon, Kraksan, Probolinggo (Jawa Timur), ada seorang Habib yang berumur panjang, ia wafat dalam usia 124 tahun. Ketika ditanya, kenapa ia tidak punya penyakit?<br />
”Di hati saya, tidak mempunyai sedikit pun rasa iri dan dengki terhadap pemberian orang lain,” demikian kata Habib Husein bin Hadi bin Salim Al-Hamid.<br />
<br />
Selain itu, kunci dari Habib Husein berumur panjang adalah tidak lain karena ia secara istiqamah shalat Subuh berjemaah di Masjid dan gemar melakukan jalan kaki sekitar satu jam. Habib Husein berjalan kaki tiap sambil berdakwah, setiap tempat yang beliau lalui selalu ia mendatangkan rahmah. Ia berjalan kaki dari rumahnya yang ada di Brani keliling kampung atau ke pasar. Dengan berjalan kaki tiap pagi, seluruh peredaran darah dalam tubuh jadi lancar. Udara segar yang dihirup membuat kesegaran tubuh tetap prima, itulah salah satu keistimewaan waktu dari shalat Subuh.<br />
<br />
Habib Husein sendiri lahir di Hadramaut, Yaman Selatan pada tahun 1862 M dari pasangan Habib Hadi bin Salim Al-Hamid dan Ummu Hani. Dari kecil, Habib Husein dididik langsung oleh kedua orang tuanya itu. Patut diketahui, Habib Hadi bin Salim Al-Hamid, ayahanda Habib Husein, dikenal sebagai salah seorang wali yang kesohor di Hadramaut. Habib Husein dibesarkan sampai umur 86 tahun di Hadramaut.<br />
<br />
Bagi orang sekarang, usia 86 tahun itu sudah memasuki usia senja, kakek-kakek di mana orang sudah mulai kehilangan kekuatan dan gairahnya. Namun bagi Habib Husein, usia seperti itu tergolong muda. Kekuatannya tak jauh berbeda dengan usia pemuda saat ini. Itulah salah satu kekuatan Habib Husein.<br />
<br />
Di usia 86 tahun atau tepatnya 1929 M, ia masih senang mengembara ke berbagai negeri. Termasuk ke Hujarat dengan menggunakan kapal laut bersama saudagar-saudagar Arab yang berdagang melanglang buana ke berbagai negeri. Sejak itu ia Habib Husein meninggalkan Yaman dan tidak pernah kembali lagi ke sana.<br />
<br />
Sekitar 2 tahun, Habib Husein tinggal di Gujarat. Selama di Gujarat, ia berguru pada ulama setempat dan berdagang. Setelah itu, ia kembali mengembara ke Indonesia dengan menggunakan kapal saudagar yang menuju Batavia. Tak berapa lama kemudian, ia mengembara lagi ke berbagai daerah dan akhirnya ia sampai ke kota Pekalongan. Di kota ini, Habib Husein kemudian berguru pada seorang wali besar, yakni Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alattas hingga beberapa tahun lamanya.<br />
<br />
Kepada auliya’ yang sangat terkenal di Kota Pekalongan itu, Habib Husein selain berguru ilmu lahir, ia juga mendalami ilmu batin. Sebagai tanda bahwa Habib Husein telah mencapai maqam kewalian yang mumpuni, ia kemudian dihadiahi sebuah sorban (kain putih) dan kopiah putih dari Habib Ahmad bin Abdullah bin Tholib Alattas.<br />
<br />
Atas pesan Habib Ahmad bin Abdullah bin Tholib Alattas (Pekalongan), Habib Husein kemudian mengasah ilmu kepada Habib Muhammad bin Muhammad Al- Muhdhor, yang tidak lain adalah guru dari Habib Ahmad bin Abdullah bin Tholib Alatas. Selama menjadi murid Habib Muhammad, Habib Husein senantiasa menadapat perintah untuk berdakwah ke berbagai daerah.<br />
<br />
Salah satu tugasnya yang terakhir dari gurunya itu, Habib Husein diperintahkan untuk menyebarkan dakwah ke Brani Kulon, Kecamatan Maron, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Ia masuk ke desa yang terpencil itu sekitar tahun 1939. Saat itu kondisi desa Brani masih berupa hutan belantara dan sarang penyamun. Tampaknya, Habib Husein memang sengaja ditugasi untuk membrantas para penyamun untuk kembali ke jalan Allah SWT.<br />
<br />
Setelah Habib Husein tinggal di Brani Kulon, ia langsung membuka dakwah dan dakwahnya itu diterima secara luas ke seluruh pelosok Kab Probolinggo. Tak mudah seperti dibayangkan, Habib Husein tidak langsung menempati rumah mewah di Brani. Ia harus membabat alas terlebih dahulu, bahkan ia hidup menumpang pada salah satu penduduk setempat.<br />
<br />
Kendati hanya hidup menumpang, ia tetap gigih berdakwah dalam rangka menyebarkan ajaran Islam. Kendati tempat tinggalnya menumpang, tetapi penyebaran Islam tak pernah berhenti hingga kemudian ia berhasil mendirikan pesantren kecil. Di desa itu pula ia mengakhiri masa lajangnya.<br />
<br />
Dalam sebuah perjalanan bersama para habaib dari berziarah ke Makam Habib Husein bin Abdullah Alaydrus (Kramat Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara). Habib Husein di dalam kereta api pernah dipaksa untuk menyediakan tempat duduknya oleh seorang pemuda kumal dan hanya memakai kaos oblong. Melihat seorang pemuda yang berdiri di depannya, Habib Husein kemudian berdiri sembari menyerahkan tempat duduknya kepada pemuda asing itu. Setelah berdialog beberapa saat dan Habib Husein memberi bekal uang yang tersisa pada pemuda tersebut. Tak berapa lama, tiba-tiba pemuda asing itu menghilang begitu saja. Ketika teman-teman Habib Husein mendapatinya sendirian, dan menanyakan tentang keberadaan pemuda asing tadi, Habib Husein berkata,”Dia itu sebenarnya adalah Nabiyallah Khiddir Alaihi Salam.”<br />
<br />
Amaliah Habib Husein tidak saja menyeimbangkan ibadah dengan Allah SWT (hablumminnallah), ia juga menjalin hubungan yang erat dengan Umat (hablumminannas). Sering Habib Husein berjalan-jalan ke pasar dan melihat pedagang yang barang dagangannya tidak habis terjual atau malah tidak terjual sama sekali. Habib Husein tak segan-segan memborong barang dagangan dari pedagang yang ada di pasar agar si pedagang itu tidak menderita kerugian, atau minimal sang pedagang mendapat keuntungan. Tak pelak dengan keseimbangan amaliah itu, dakwahnya diterima dengan baik oleh masyarakat luas.<br />
<br />
Tak hanya itu, dalam soal keilmuan, para santri PP Aswaja Brani Kulon sangat mempercayai kalau Habib Husein itu adalah titisan dari Syeikh Abdul Qadir Jaelani. Ikhwalnya ia mendapat julukan Titisan Syeikh Abdul Qadir Jaelani, adalah ketika Habib Ahmad, salah seorang sahabatnya pernah bermunajat kepada Allah agar bertemu dengan Syeikh Abdul Qadir Jaelani. Dalam mimpinya, ia dipertemukan dengan Syeikh Abdul Qadir Jaelani yang bersorban putih, dan ketika didekati ternyata wajah itu adalah wajah Habib Husein bin Hadi Al-Hamid.<br />
<br />
Sebagaimana banyak diketahui, Habib Husein kerap dikunjungi oleh para Habaib pada jamannya seperti salah seorang habib yang dikenal sebagai salah satu pejuang RI yakni Habib Soleh Tanggul (Jember). Habib Husein juga mempunyai kedekatan khusus dengan Habib Abdullah bin Abdul Qadir Bilfaqih (Darul Hadits, Malang) dan lain-lain. Bahkan anak cucu keturunan dari Habib Husein banyak yang masuk pesantren Darul Hadits, seperti Habib Muhammad Shodiq (anak), Habib Abdul Qadir (cucu), Habib Salim (cucu). Sekarang pesantren peninggalan Habib Husein di asuh oleh Abdul Qadir bin Muh Shadiq bin Husein Al-Hamid.<br />
<br />
Habib Husein wafat hari Jum’at Legi, 11 Safar 1406 H/25 Januari 1986. Jenazahnya kemudian di makamkan di sebelah utara Masjid Al Mubarok, komplek Pondok Pesantren Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Desa Brani Kulon, Kecamatan Maron, Probolinggo, Jawa Timur.<br />
<br />
disarikan dari Manakib Habib Husein yang disusun oleh Habib Abdul Qadir bin Muhammad Shodiq bin Husein bin Al-Hamid. </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-8574187388299403732011-04-03T07:22:00.001-07:002011-04-03T07:22:28.834-07:00AL HABIB IDRUS BIN SALIM AL DJUFFRI<h3 class="western">AL HABIB IDRUS BIN SALIM AL DJUFFRI </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVWDtauytMtrA4hhJFv8w741FjIXif7ZlK17k_m_hs6vEJOQWF19vdVCN9ld5C1aqwSIV__d7-ByVMAuBoSdrl_7CkqfJkhV0Ym7HuMG9Xk25waqUjAJ2GStZTCpLAnnkyCWAWHO0Xxj0/s320/HABIB+IDRUS+BIN+SALIM+BIN+ALWI+AL-JUFRI+%28+PALU,+SULAWESI+TENGAH.jpg" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;"><a href="" name="goog_424127530"></a><a href="" name="goog_424127531"></a><a href="" name="goog_424127520"></a><a href="" name="goog_424127521"></a> <b>Tonggak Islam di Indonesia Timur</b><br />
<br />
Setiap tahun setelah hari raya Iedul Fitri, persisnya 12 Syawwal, ribuan umat Islam dari berbagai daerah di kawasan Indonesia timur berduyun-duyun datang ke Palu, Sulawesi Tengah. Tujuannya, menghadiri acara haul (peringatan wafatnya) tokoh dan tonggak Islam di kawasan Indonesia Timur, Guru Tua Al-Alimul ‘Allamah Habib Idrus bin Salim Al Djufri. Di sanalah, penebar Islam asal Hadramaut yang menghabiskan separuh usianya di Indonesia itu, dimakamkan.<br />
<br />
Masyarakat Muslim Indonesia timur memang sangat sulit melupakan perjuangan gigih dari seorang Tuan Guru Habib Idrus bin Salim Al Djufri. Semangatnya untuk menebarkan Islam ke pelosok-pelosok daerah terpencil, sangat dirasakan. Tak hanya pelosok yang bisa ditempuh dengan jalan kaki dan kendaraan. Almarhum sering menembus daerah terpencil dengan menggunakan sampan untuk memberikan pencerahan akidah Islam dan bimbingan kepada umat Islam yang membutuhkan.<br />
<br />
Habib Idrus muda memang gigih menimba ilmu agama. Pada usia 18 tahun ia telah hafal Alquran ditambah tempaan langsung ayahnya, Habib Salim Aljufri.<br />
<br />
Setelah ayahnya wafat, ia diangkat menjadi mufti muda di Taris menggantikan sang ayah. Jabatan mufti yang disandangnya merupakan jabatan tertinggi di bidang keagamaan dalam suatu kesultanan.<br />
<br />
Gaya dakwah Habib Idrus sangat halus dan simpatik, sangat berbeda dengan gaya gerak sejumlah ulama yang mengintroduksi gerakan di beberapa wilayah. Kendati Indonesia adalah negeri keduanya — ia memutuskan pergi dari negerinya dan meluaskan dakwah ke Indonesia tahun 1920. ia sangat menjunjung tinggi negeri ini. Orang akan teringat betapa kecintaannya kepada negerinya yang kedua ini dalam syairnya saat membuka kembali perguruan tinggi pada 17 Desember 1945 setelah Jepang bertekuk lutut, ia menggubah syair, Wahai bendera kebangsaan berkibarlah di angkasa; Di atas bumi di gunung nan hijau, Setiap bangsa punya lambang kemuliaan; Dan lambang kemuliaan kita adalah merah putih.<br />
<br />
Warisan besar dan berharga yang ditinggalkan Guru Tua adalah lembaga pendidikan Islam Alkhairaat. Sampai saat ini Alkhairaat telah mengukir suatu prestasi yang mengagumkan. Dari sebuah sekolah sederhana yang dirintisnya, kini lembaga ini telah berkembang menjadi 1.561 sekolah dan madrasah.<br />
<br />
Selain itu, Alkhairaat juga memiliki 34 pondok pesantren, 5 buah panti asuhan, serta usaha-usaha lainnya yang tersebar di kawasan Timur Indonesai (KTI). Sedangkan di bidang pendidikan tinggi, yakni universitas, Alkhairaat memiliki lima fakultas definitif dan dua fakultas administratif atau persiapan, yaitu Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan dan Fakultas Kedokteran dengan 11 program studi pada jenjang strata satu dan diploma dua.<br />
<br />
Kitab Tarikh Madrasatul Khiratul Islamiyyah karya salah seorang santri generasi pertama Habib Idrus, menyebut makna secara etimologis Alkhairaat berasal dari kata khairun yang artinya kebaikan. Semangat menebar kebaikan itulah yang diusung Guru Tua, julukannya.<br />
<br />
Ia memancangkan tonggak Alkhaeraat selama 26 tahun (1930-1956). Ia membesarkan lembaga pendidikan yang didirikannya hingga pada akhirnya, tahun 1956, menjangkau seluruh wilayah Indonesia timur.<br />
<br />
Pada tahun itu pula dilaksanakan muktamar Alkhairaat yang pertama, bersamaan dengan peringatan seperempat abad Alkhairaat. Dalam muktamar itu lahirlah keputusan penting, yaitu berupa struktur organisasi pendidikan dan pengajaran, serta dimilikinya anggaran dasar. Tonggak lembaga ini sebagai sebuah institusi modern terpancanglah sudah.<br />
<br />
Periode selanjutnya adalah masa konsolidasi ide selama sembilan tahun yakni sejak 1956 hingga 1964. Guru Tua memberikan kepercayaan kepada santrinya yang terpilih yang diyakininya cukup andal dan memiliki spesialisasi kajian. Murid-murid pelanjut Guru Tua antara lain KH Rustam Arsjad, KH Mahfud Godal, yang ahli dalam bidang ilmu tajwid dan tarikh, serta KHS Abdillah Aljufri yang ahli dalam ilmu sastra Arab dan adab. Rustam menduduki posisi pimpinan pesantren karena keahliannya dalam bidang ilmu fikih dan tata bahasa Arab.<br />
<br />
Madrasah Alkhairaat terus berkembang walaupun saat itu hubungan transportasi maupun komunikasi antara daerah belum selancar sekarang. Puncaknya, tahun 1964, Alkhairaat membuka perguruan tinggi Universitas Islam (Unis) Alkhairaat di Palu. Habib Idrus duduk sebagai rektornya.<br />
<br />
Perkembangan perguruan tinggi ini tersendat tahun 1965. Perguruan tinggi ini dinonaktifkan. Sebagian besar mahasiswa dan mahasiswinya ditugaskan untuk membuka madrasah di daerah-daerah terpencil. Ini sebagai upaya membendung komunisme, sekaligus melebarkan dakwah Islam. Pada tahun 1969 perguruan tinggi tersebut dibuka kembali dengan satu fakultas saja, yaitu Fakultas Syariah.<br />
</div><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" height="320" name="graphics2" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFp6YGYnMlz6arWl3K_Pyyw6PxOk1QEpgwVfG_JhfnWC9mcvy2SAInPO3kAvgXiCIW0kkJ4zsppQndA0Lyu6ehp_sNbrj4aZKGCBQM6b_JHV-GqNMebQY7of9PI4xhsrR05_net8rEGEo/s320/HABIB+IDRUS+BIN+SALIM+AL+DJUFFRI.jpg" width="269" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
Pada tanggal 12 Syawwal 1389 H bertepatan dengan 22 Desember 1969 Habib Idrus bin Salim Al-Djuffri atau lebih dikenal Guru Tua wafat. 46 tahun beliau berkiprah di dunia dakwah dan pendidikan dengan mewariskan lembaga pendidikan yang terus berkembang hingga saat ini.<br />
<br />
Setelah Guru Tua wafat, Alkhairaat menyempurnakan diri sebagai sebuah institusi modern yaitu dengan adanya Perguruan Besar (PB) Alkhairaat, Yayasan Alkhairaat, Wanita Islam Alkhairaat (WIA) dan Himpunan Pemuda Alkhairaat (HPA) serta Perguruan Tinggi Alkhairaat, lembaga ini juga memiliki surat kabar mingguan (SKM) Alkhairaat. </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-54032988323990069242011-04-03T07:20:00.001-07:002011-04-03T07:20:58.932-07:00AL HABIB MUHAMMAD BIN HUSEIN ALAYDRUS ( HABIB NEON )<h3 class="western">AL HABIB MUHAMMAD BIN HUSEIN ALAYDRUS ( HABIB NEON ) </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" height="320" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnCofXMrWyE7KgTlGFC3jFBcZiBDdD-iluJI6EsUZQLJQq2vf4S5DO4mxe9KJv6TJNpDOuk_Uev-yJLNflLPEEGlj1GKlL2p79tZ7vqNnjhqRW1R2zBX5SGLL7aBajaUhgVvU-BnCMWOQ/s320/habib-muhammad-bin-husin-alaydrus.jpg" width="214" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;">Beliau adalah seorang ulama yang menjadi penerang umat di zamannya. Cahaya keilmuan dan ahlaqnya menjadi teladan bagi mereka yang mengikuti jejak ulama salaf<br />
<br />
Suatu malam, beberapa tahun lalu, ketika ribuan jamaah tengah mengikuti taklim di sebuah masjid di Surabaya, tiba-tiba listrik padam. Tentu saja kontan mereka risau, heboh. Mereka satu persatu keluar, apalagi malam itu bulan tengah purnama. Ketika itulah dari kejauhan tampak seseorang berjalan menuju masjid. Ia mengenakan gamis dan sorban putih, berselempang kain rida warna hijau. Dia adalah Habib Muhammad bin Husein bin Zainal Abidin bin Ahmad Alaydrus yang ketika lahir ia diberi nama Muhammad Masyhur.<br />
<br />
Begitu masuk ke dalam masjid, aneh bin ajaib, mendadak masjid terang benderang seolah ada lampu neon yang menyala. Padahal, Habib Muhammad tidak membawa obor atau lampu. Para jamaah terheran-heran. Apa yang terjadi? Setelah diperhatikan, ternyata cahaya terang benderang itu keluar dari tubuh sang habib. Bukan main! Maka, sejak itu sang habib mendapat julukan Habib Neon …<br />
<br />
Habib Muhammad lahir di Tarim, Hadramaut, pada 1888 M. Meski dia adalah seorang waliyullah, karamahnya tidak begitu nampak di kalangan orang awam. Hanya para ulama atau wali yang arif sajalah yang dapat mengetahui karamah Habib Neon. Sejak kecil ia mendapat pendidikan agama dari ayahandanya, Habib Husein bin Zainal Abidin Alaydrus. Menjelang dewasa ia merantau ke Singapura selama beberapa bulan kemudian hijrah ke ke Palembang, Sumatra Selatan, berguru kepada pamannya, Habib Musthafa Alaydrus, kemudian menikah dengan sepupunya, Aisyah binti Musthafa Alaydrus. Dari pernikahan itu ia dikaruniai Allah tiga anak lelaki dan seorang anak perempuan.<br />
<br />
Tak lama kemudian ia hijrah bersama keluarganya ke Pekalongan, Jawa Tengah, mendampingi dakwah Habib Ahmad bin Tholib Al-Atthas. Beberapa waktu kemudian ia hijrah lagi, kali ini ke Surabaya. Ketika itu Surabaya terkenal sebagai tempat berkumpulnya para ulama dan awliya, seperti Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdhor, Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi, Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya.<br />
<br />
Selama mukim di Surabaya, Habib Muhammad suka berziarah, antara lain ke makam para wali dan ulama di Kudus, Jawa Tengah, dan Tuban, Jawa Timur. Dalam ziarah itulah, ia konon pernah bertemu secara ruhaniah dengan seorang wali kharismatik, (Alm) Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, Gresik.<br />
<br />
<b>Open House</b><br />
Seperti halnya para wali yang lain, Habib Muhammad juga kuat dalam beribadah. Setiap waktu ia selalu gunakan untuk berdzikir dan bershalawat. Dan yang paling mengagumkan, ia tak pernah menolak untuk menghadiri undangan dari kaum fakir miskin. Segala hal yang ia bicarakan dan pikirkan selalu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kebenaran agama, dan tak pernah berbicara mengenai masalah yang tak berguna.<br />
<br />
Ia juga sangat memperhatikan persoalan yang dihadapi oleh orang lain. Itu sebabnya, setiap jam 10 pagi hingga waktu Dhuhur, ia selalu menggelar open house untuk menmui dan menjamu para tamu dari segala penjuru, bahkan dari mancanegara. Beberapa tamunya mengaku, berbincang-bincang dengan dia sangat menyenangkan dan nyaman karena wajahnya senantiasa ceria dan jernih.<br />
<br />
Sedangkan waktu antara Maghrib sampai Isya ia perguankan untuk menelaah kitab-kitab mengenai amal ibadah dan akhlaq kaum salaf. Dan setiap Jumat ia mengelar pembacaan Burdah bersama jamaahnya.<br />
<br />
Ia memang sering diminta nasihat oleh warga di sekitar rumahnya, terutama dalam masalah kehidupan sehari-hari, masalah rumahtangga, dan problem-problem masyarakat lainnya. Itu semua dia terima dengan senang hati dan tangan terbuka. Dan konon, ia sudah tahu apa yang akan dikemukakan, sehingga si tamu manggut-manggut, antara heran dan puas. Apalagi jika kemudian mendapat jalan keluarnya. “Itu pula yang saya ketahui secara langsung. Beliau adalah guru saya,” tutur Habib Mustafa bin Abdullah Alaydrus, kemenakan dan menantunya, yang juga pimpinan Majelis Taklim Syamsi Syumus, Tebet Timur Dalam Raya, Jakarta Selatan.<br />
<br />
Di antara laku mujahadah (tirakat) yang dilakukannya ialah berpuasa selama tujuh tahun, dan hanya berbuka dan bersantap sahur dengan tujuh butir korma. Bahkan pernah selama setahun ia berpuasa, dan hanya berbuka dan sahur dengan gandum yang sangat sedikit. Untuk jatah buka puasa dan sahur selama setahun itu ia hanya menyediakan gandum sebanyak lima mud saja. Dan itulah pula yang dilakukan oleh Imam Gahazali. Satu mud ialah 675 gram. ”Aku gemar menelaah kitab-kitab tasawuf. Ketika itu aku juga menguji nafsuku dengan meniru ibadah kaum salaf yang diceritakan dalam kitab-kitab salaf tersebut,” katanya.<br />
<br />
Habib Neon wafat pada 30 Jumadil Awwal 1389 H / 22 Juni 1969 M dalam usia 71 tahun, dan jenazahnya dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Pegirikan, Surabaya, di samping makam paman dan mertuanya, Habib Mustafa Alaydrus, sesuai dengan wasiatnya. Setelah ia wafat, aktivitas dakwahnya dilanjutkan oleh putranya yang ketiga, Habib Syaikh bin Muhammad Alaydrus dengan membuka Majelis Burdah di Ketapang Kecil, Surabaya. Haul Habib Neon diselenggarakan setiap hari Kamis pada akhir bulan Jumadil Awal.</div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-91180436431165822902011-04-03T07:15:00.000-07:002011-04-03T07:15:48.955-07:00AL HABIB SYEKH BIN AHMAD BAFAQIH ( BOTO PUTIH SURABAYA )<h3 class="western">AL HABIB SYEKH BIN AHMAD BAFAQIH ( BOTO PUTIH SURABAYA ) </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" height="240" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiY533TWuP31AYD8n4q4ukscNO5QgsU3z2hBVKuX1s8bR4WOraPnlDReCstsA08umXKKzDL-ELE7b7t7roVirKxuBmEDBrRg0b5EDFsOTRiXdTgicv21CewwJ4wDKezOshCM2l7WVDq3kg/s320/CIMG0370.JPG" width="320" /> </div><div style="margin-bottom: 0in;">Habib Syekh dilahirkan di kota Syihr pada tahun 1212 H anak dari Habib Ahmad Bafaqih dan silsilahnya sampai kepada Nabi Muhammad Rasululloh SAW<br />
<br />
<b>Dakwah</b><br />
<br />
Setelah beberapa lama memperdalam pengetahuannya disana-sini, pada tahun 1250 H, Habib Syekh mulai berani mengambil langkah dakwah menyebarkan ilmunya. Ia sempat menjelajahi beberapa kota di Nusantara, sebelum akhirnya memutuskan berlabuh dikota Surabaya.<br />
<br />
Di Surabaya inilah, mulai memancarkan cahaya pengetahuannya. Ia mengajarkan ilmu-ilmunya kepada para penuntut ilmu sekitar. Mulai dari Fiqih, Tauhid, Tasawuf dan lainnya. Hingga akhirnya, ditengah hingar bingar dakwahnya itu, ia diangkat oleh Allah SWT menjadi salah satu walinya. Semenjak itu pula, ia sering terhanyut alam Rabbaniyah, dan karamah-karamah ynag luar biasa senantiasa mengisi kesehariannya.<br />
<br />
Sebagaimana seorang sufi, Habib Syekh Bafaqih memiliki kepekaan yang tinggi akan syair-syair sufistik. Ia begitu mudah terbawa terbang oleh syair-syair gubahan para tokoh sufi. Apalagi bila menyenandungkan syair itu adalah adiknya sendiri, Sayid Muhammad Bafaqih yang bersuara emas, bisa-bisa ia mabuk kepayang semalaman.<br />
<br />
Dakwah Habib Syekh ditanah jawa amatlah sukses. Ia berhasil mengislamkan banyak orang. Selain itu, ia juga berhasil mencetak beberapa ulama. Walhasil, ilmunya benar-benar menyinari belantara jawa yang masih awan kala itu.<br />
<br />
<b>Karomah dan Keutamaan</b><br />
<br />
Pada suatu ketika tibalah Habib Syekh di kediaman salah satu pecintanya. Ini bukan kunjungan biasa, akan tetapi kunjungan sarat hikmah. Pasalnya, begitu ketemu shahibul bait, Sang Wali menggelontorkan permintaan yang agak ganjil.”Aku menginginkan dua lembar permadani ini.” titahnya.<br />
Sang pecinta terkesiap. Bagaimana tidak, yang diminta junjungannya itu adalah permadani buatan Eropa yang super mahal. Barang itu baru saja dibelinya. Ia amat menyayangi permadani itu hingga ditempatkannya di tempat khusus.<br />
“Bagini saja. Anda boleh minta apa saja, asal jangan permadani ini.” Pinta si pecinta. “Tidak. Aku tidak menginginkan lainnya.” Sang Wali bergeming. Negosiasi alot. Dan akhirnya hati pecinta setengah mencair. ”Baiklah, kalau begitu Anda boleh mengambil satu lembar saja.”<br />
Setelah mendapatkan permintaannya itu, Sang Wali segera beranjak. Sang pecinta adalah seorang saudagar kaya raya. Sewaktu disambangi Sang Wali, Dua armada kapal dagangannya tengah berlayar di lautan dengan membawa muatan yang banyak. Sayang nahas mendera, dua armadanya itu koyak akibat terjangan gelombang. Salah satunya terhempas lalu tenggelam. Sementara satunya lagi selamat dan berhasil mendarat.<br />
Hati saudagar sedikit lega. Syukur, tidak kedua-duanya tenggelam. Ia memeriksa kapalnya yang selamat itu dengan seksama. Dan, terpampanglah pemandangan ajaib dihadapannya. Ya, selembar permadani yang dihadiahkan kepada Sang Wali telah menambal rapat-rapat bagian yang koyak pada perahunya. Ia terpekur, menyesali perlakuannya pada Sang Wali. “Mengapa tidak kuberikan kedua-duanya saja waktu itu.” gerutu hatinya.<br />
<br />
Kisah masyhur diatas dihikayatkan oleh Habib Abdul Bari bin Syekh Al-Aydrus,dan dicantumkan dalam manuskrip Tajul A’ras, torehan pena Habib Ali bin Husein Al-Attas.<br />
<br />
Suatu malam, Habib Abdullah Al-Haddad, seoarang wali yang dulu dikenal royal menjamu tamu, menyuruh seorang sayid bernama Abdullah bin Umar Al-Hinduan berziarah kepusara Habib Syekh Bafaqih. “Hai Abdullah, pergilah kamu kepusara Habib Syekh sekarang, dan katakan pada beliau,” Abdullah Al-Haddad saat ini butuh uang dua ribu rupiah. Tolong, Berilah ia uang besok !” perintahnya.<br />
<br />
Sayid Abdullah segera berangkat. Sesampainya dipusara Habib Syekh, ia membaca ayat-ayat suci dan doa-doa. Kemudian ia membisikkan ke makam kalimat yang dipesankan Habib Abdullah.<br />
<br />
Selang dua hari kemudian, Sayid Abdullah berjumpa lagi dengan Habib Abdullah. Wali yang sangat dermawan itu nampak berbunga-bunga. ”Lihat uang ini. Aku terima dari Habib Syekh .” Selorohnya sembari menunjukkan segepok uang pada Abdullah Al Haddad Maklum, dua ribu rupiah uang dulu, sama nilainya dengan dua belas juta ripiah uang sekarang.<br />
<br />
Sang Wali yang berkaromah luar biasa itu, tidak lain tidak bukan, adalah Habib Syekh bin Ahmad Bafaqih, ulama besar yang pusarannya ada didaerah Boto Putih, Surabaya. Dekat masjid Sunan Ampel. Karena itu, masyarakat lebih mengenal beliau sebagai Habib Syekh Boto Putih.<br />
<br />
Di masanya, keulamaaan Habib Syekh sulit tertandingi. Pengetahuannya dalam Fiqih, Lughah, Tauhid dan lainnya sangat dalam. Sehingga sewaktu tinggal di Surabaya, beliau menjadi oase yang mengobati dahaga orang-orang yang haus ilmu di ranah Jawa.<br />
<br />
Pencapaian luar biasa itu tidaklah didapatkan Habib Syekh dengan mudah dan gampang. Sebab ilmu takkan pernah ditumpahkan dari langit begitu saja. Sejak usia belia, beliau sudah bekerja keras menggali ilmu. Mula-mula ia mempelajari Al-Qur’an dan beberapa bidang pengetahuan syari’at dan tasawuf kepada ayahandanya sendiri, Habib Ahmad bin Abdullah Bafaqih. Kebetulan, Sang Ayah sendiri adalah ulama yang sudah kesohor ketinggian ilmunya.<br />
<br />
Ia kemudian mengembangkan diri dengan belajar pada ulama-ulama yang ada di kotanya, Syihr. Pada fase ini, jiwa ilmuannya sedang mekar-mekarnya. Semakin lama hatinya semakin merasakan kehausan tak terkira untuk meneguk pengetahuan sehingga beliau dengan seizin ayahnya memutuskan berangkat ke Haramain unntuk menyelami telaga pengetahuan disana.<br />
<br />
Selama di Mekah dan Madinah, beliau belajar kepada beberapa ulama besar, diantaranya adalah Syaikh Umar bin Abdul Karim bin Abdul Rasul At-‘Attar, Syaikh Muhammad Sholeh Ar-Rais Al-Zamzami, dan Al-Allamah Sayid Ahmad bin Alawi Jamalullail. Tak hanya sampai di situ. Ia pun menyempatkan diri tinggal di Mesir beberapa lama, untuk menimba pengetahuan dari guru-guru besar Universitas al-Azhar kala itu.<br />
<br />
<b>Wafatnya Habib Syekh bin Ahmad Bafaqih</b><br />
<br />
Beliau wafat pada tahun 1289 H di Surabaya. Diatas pusarannya dibangun kubah yang megah, sebagai perlambang kemegahan derajatnya. Sampai kini makamnya tak henti-hentinya diziarahi kaum muslimin, untuk bertawasul dengan mengharapkan barokah. Ya Allah, curahkan dan limpahkanlah keridhoan atasnya dan anugerahilah kami dengan rahasia-rahasia yang Engkau simpan padanya, Amin </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-90328291192558926972011-04-03T07:09:00.000-07:002011-04-03T07:09:57.549-07:00Biografi Habaib'<h3 class="western">AL HABIB ANIS BIN ALWI BIN ALI AL HABSY </h3><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" height="320" name="graphics1" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSwMrFIm0Nc9CckRksphWH5oPl4tLa6sy3P1HObArAzFR_-wGBph1l0ntlXzqRXgjFEuWXo1LlHpwP0wsB6TpkZFbCsx0E5Dpop2RzvnIqVOfBv6l3_wKpmFRCfG1Ad7iSPAsKe-FjSU0/s320/Hb.Anis.jpg" width="228" /> </div><a href="" name="goog_1734363531"></a><a href="" name="goog_1734363532"></a><a href="" name="goog_1734363537"></a><a href="" name="goog_1734363538"></a> Tokoh ulama yang khumul lagi wara`, pemuka dan sesepuh habaib yang dihormati, Habib Anis bin Alwi bin Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi rahimahumullah telah kembali menemui Allah s.w.t. pada tanggal 14 Syawwal 1427 H bersamaan 6 November 2006 dalam usia kira-kira 78 tahun. Habib Anis sewaktu hayatnya sentiasa mengabdikan dirinya untuk berdakwah menyebarkan ilmu dan menyeru umat kepada mencintai Junjungan Nabi s.a.w. Beliau menjalankan dakwahnya berdasarkan kepada ilmu dan amal taqwa, dengan menganjurkan dan mengadakan majlis-majlis ta’lim dan juga majlis-majlis mawlid, dalam rangka menumbuhkan mahabbah umat kepada Junjungan Nabi s.a.w. Selain berdakwah keliling kota, sehingga muridnya menjangkau puluhan ribu orang di merata-rata tempat. beliau memusatkan kegiatan dakwah dan ta’limnya di masjid yang didirikan oleh ayahanda beliau, al-Habib Alwi bin ‘Ali al-Habsyi, yang dikenali sebagai Masjid ar-Riyadh, Gurawan, Pasar Kliwon, Solo (Surakarta), Jawa Tengah.<br />
<br />
Dalam majlis-majlis ilmu yang lebih dikenali sebagai rohah, dibacakan kitab-kitab ulama salafus sholeh terdahulu termasuklah kitab-kitab hadits seperti “Jami`ush Shohih” karya Imam al-Bukhari, bahkan pengajian kitab Imam al-Bukhari dijadikan sebagai wiridan di mana setiap tahun dalam bulan Rajab diadakan Khatmil Bukhari, iaitu khatam pengajian kitab “Jami` ash-Shohih” tersebut. Setiap malam Jumaat pula diadakan majlis mawlid dengan pembacaan kitab mawlid “Simthuth Durar” karya nenda beliau yang mulia al-Habib ‘Ali bin Muhammad al-Habsyi. Manakala setiap malam Jumaat Legi diadakan satu majlis taklim dan mawlid dalam skala besar dengan dihadiri ramai masyarakat awam dari pelbagai tempat yang terkenal dengan Pengajian Legian, di mana mawlid diperdengarkan dan tausyiah-tausyiah disampaikan kepada umat.<br />
<br />
Peringatan mawlid tahunan di bulan Rabi`ul Awwal dan haul Imam Ali al-Habsyi disambut secara besar-besaran yang dihadiri puluhan ribu umat dan dipenuhi berbagai acara ilmu dan amal taqwa. Sesungguhnya majlis para habaib tidak pernah sunyi dari ilmu dan tadzkirah yang membawa umat kepada ingatkan Allah, ingatkan Rasulullah dan ingatkan akhirat, yang disampaikan dengan penuh ramah – tamah dan bukannya marah-marah. Habib Anis terkenal bukan sahaja kerana ilmu dan amalnya, tetapi juga kerana akhlaknya yang tinggi, lemah lembut dan mulia. Air mukanya jernih, wajahnya berseri-seri dan sentiasa kelihatan ceria. Kebanyakan yang menghadiri majlis-majlis beliau adalah kalangan massa yang dhoif, dan kepada mereka-mereka ini Habib Anis memberikan perhatian yang khusus dan istimewa.<br />
<br />
Kemurahan hatinya kepada golongan ini sukar ditandingi menjadikan beliau dihormati dan disegani ramai. Sungguh tangan beliau sentiasa di atas dengan memberi, tidak sekali-kali beliau jadikan tangannya di bawah meminta-minta. Inilah antara ketinggian akhlak Habib Anis al-Habsyi rhm. Sungguh kemuliaannya bukanlah semata-mata faktor keturunannya yang umpama bintang bergemerlapan, tapi juga kerana ilmunya, taqwanya, waraknya dan akhlaknya yang mencontohi akhlak para leluhurnya terdahulu. Para leluhurnya yang terkenal dengan ketinggian akhlak mereka sehingga telah menawan hati segala rumpun Melayu rantau sini untuk memeluk agama Islam yang mulia.<br />
<br />
Sedih dan pilu rasa hati, seorang demi seorang ulama kita kembali ke hadhrat Ilahi. Khuatir kita jika tiada pengganti mereka, yang meneruskan usaha mereka untuk menyeru kepada Allah dan rasulNya. Bermohon kita kepada Allah dengan sebenar-benar dan setulus-tulus permohonan, agar yang patah tumbuh, yang hilang berganti. Kita sentiasa memerlukan bimbingan berkesinambungan daripada para ulama dan daie yang mukhlisin lagi berakhlak mulia, agar kejahilan dan keruntuhan akhlak tidak berleluasa. Hari ini selesailah permakaman beliau di Kota Solo di kompleks makam Masjid ar-Riyadh di sisi ayahandanya al-Habib Alwi bin Ali al-Habsyi. Kami ucapkan selamat jalan kepada Habib yang dikasihi. Mudah-mudahan musibah ketidaksampaian kami menziarahinya sebelum kewafatannya diberi ganjaran oleh Allah dengan kesudianNya menghimpunkan kami besertanya di syurga penuh keni’matan di samping nendanya yang mulia Junjungan Nabi s.a.w.<br />
<br />
Selamat jalan, ya Habibana<br />
Kuharap nanti di sana kita kan bisa kumpul kembali<br />
Di tempat lebih santai, lebih nyaman, lebih mulia<br />
Berbanding dunia yang penuh pancaroba<br />
<br />
Ya Habibana,<br />
Kepergianmu menyayat hati setiap muhibbin merasa<br />
Kepergianmu dalam suasana kami masih perlukan bapa<br />
Yang nasihatnya menusuk sanubari dan masuk kepala<br />
Tapi tiada siapa dapat menolak ketentuan Yang Maha Esa<br />
<br />
Ya Habibana<br />
Musibah ini kami terima dengan redha<br />
Semoga musibah kami atas kehilanganmu diberi pahala<br />
Diberi ganjaran apa yang kami damba<br />
Berkumpul bersamamu di Jannatul Firdaus al-A’la<br />
Bi jiwari an-Nabiyyil Mukhtar al- Musthofa<br />
<br />
Ya Habibana,<br />
Kepergianmu kami iringi doa<br />
Agar kasih sayang Allah buatmu sepanjang masa<br />
Dicurahkan persemayamanmu hujan rahmat tiap ketika<br />
Ditinggikan darjat serta diberi sinar cahaya<br />
Kesunyianmu dihilangkan dan kebajikanmu diganda<br />
Bagi kami dan bagimu perlindungan Allah sentiasa<br />
Diselubungi kedamaian penjagaanNya yang sempurna<br />
<br />
Selamat jalan, ya Habibana<br />
Damailah dikau di sana<br />
Jangan lupakan kami para muhibbin yang masih di dunia<br />
Doakan agar kami menuruti ajaran nendamu yang mulia<br />
Biar kami mati membawa iman, ketaatan dan kasih cinta<br />
Pada Allah, pada Rasul, pada sholihin, pada agama<br />
<br />
Selamat jalan, ya Habibana<br />
Kepergianmu kuiringkan doa<br />
<br />
<br />
<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" name="graphics2" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiBtIm26IdxmclADati2IkT84qJN0gx77w30PB1sRzY16VfkIUpI3D-31qryH9X758-HBZ4mDmbb9VhAFn2q5xRZO3UKSnC6sYBcp5cNvUOft67IFTceE9pVUxF_WDOPh95VPXENVvzSSg/s320/habib-anis-mkam.jpg" /> </div><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><b>Makam Habib Anis bin Alwi Al Habsy</b></span></span></div><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>————————————————————————————-<br />
<br />
habib Anis lahir di Garut Jawa Barat, Indonesia pada tanggal 5 Mei 1928. Ayah beliau adalah Habib Alwi. Sedangkan ibu beliau adalah syarifah Khadijah. Ketika beliau berumur 9 tahun, keluarga beliau pindah ke Solo. Setelah berpindah-pindah rumah di kota Solo, ayah beliau menetap di kampung Gurawan, Pasar Kliwon Solo.<br />
<br />
Sejak kecil, Habib Anis dididik oleh ayah sendiri, juga bersekolah di madrasah Ar-Ribathah, yang juga berada di samping sekolahannya. Pada usia 22 tahun, beliau menikahi Syarifah Syifa binti Thaha Assagaf, setahun kemudian lahirlah Habib Ali.<br />
<br />
Tepat pada tahun itu juga, beliau menggantikan peran ayah beliau, Habib Alwi yang meninggal di Palembang. Habib Ali bin Alwi Al Habsyi adik beliau menyebut Habib Anis waktu itu seperti “anak muda yang berpakaian tua”.<br />
<br />
Habib Anis merintis kemaqamannya sendiri dengan kesabaran dan istiqamah, sehingga besar sampai sekarang. Selain kegiatan di Masjid seperti pembacaan Maulid simthud-Durar dan haul Habib Ali Al-Habsyi setiap bulan Maulud, juga ada khataman Bukhari pada bulan sya’ban, khataman Ar-Ramadhan pada bulan Ramadhan. Sedangkan sehari-hari beliau mengajar di zawiyah pada tengah hari.<br />
<br />
Pada waktu muda, Habib Anis adalah pedagang batik, dan memiliki kios di pasar Klewer Solo. Kios tersebut ditunggui Habib Ali adik beliau. Namun ketika kegiatan di masjid Ar-Riyadh semakin banyak, usaha perdagangan batik dihentikan. Habib Anis duduk tekun sebagai ulama.<br />
<br />
Dari perkawinan dengan Syarifah Syifa Assagaf, Habib Anis dikaruniai enam putera yaitu Habib Ali, Habib Husein, Habib Ahmad, Habib Alwi, Habib Hasan, dan Habib AbdiLlah. Semua putera beliau tinggal di sekitar Gurawan.<br />
<br />
Dalam masyarakat Solo, Habib Anis dikenal bergaul lintas sektoral dan lintas agama. Dan beliau netral dalam dunia politik.<br />
<br />
Dalam sehari-hari Habib Anis sangat santun dan berbicara dengan bahasa jawa halus kepada orang jawa, berbicara bahasa sunda tinggi dengan orang sunda, berbahasa indonesia baik dengan orang luar jawa dan sunda, serta berbahasa arab Hadrami kepada sesama Habib.<br />
<br />
Penampilan beliau rapi, senyumnya manis menawan, karena beliau memang sumeh (murah senyum) dan memiliki tahi lalat di dagu kanannya. Beberapa kalangan menyebutnya The smilling Habib.<br />
<br />
Habib Anis sangat menghormati tamu, bahkan tamu tersebut merupakan doping semangat hidup beliau. Beliau tidak membeda-bedakan apahkah tamu tersebut berpangakat atau tidak, semua dijamunya dengan layak. Semua diperlakukan dengan hormat.<br />
<br />
Seorang tukang becak (Pak Zen) 83 tahun yang sering mangkal di Masjid Ar-Riyadh mengatakan, Habib Anis itu ulama yang loman (pemurah, suka memberi). Ibu Nur Aini penjual warung angkringan depan Masjid Ar-Riyadh menuturkan, “Habib Anis itu bagi saya orangnya sangat sabar, santun, ucapannya halus. Dan tidak peranah menyakiti hati orang lain apalagi membuatnya marah”.<br />
<br />
Saat ‘Idul Adha Habib Anis membagi-bagikan daging korban secara merata melalui RT sekitar Masjid Ar-Riyadh dan tidak membedakan Muslim atau non Muslim. Kalau dagingnya sisa, baru diberikan ke daerah lainnya.<br />
<br />
Jika ada tetangga beliau atau handai taulan yang meninggal atau sakit, Habib Anis tetap berusaha menyempatkan diri berkunjung atau bersilautrahmi. Tukang becak yang mangkal di depan Masjid Wiropaten tempat Habib Anis melaksanakan shalat jum’at selalu mendapatkan uang sedekah dari beliau. Menjelang hari raya Idul Fitri Habib Anis juga sering memberikan sarung secara Cuma-Cuma kepada para tetangga, muslim maupun non muslim. “Beri mereka sarung meskipun saat ini mereka belum masuk islam. Insya Allah suatu saat nanti dia akan teringat dan masuk islam.” Demikian salah satu ucapan Habib Anis yang ditirukan Habib Hasan salah seorang puteranya.<br />
<br />
Meskipun Habib Anis bin Alwi bin Ali al Habsyi telah meninggalkan kita, namun kenangan dan penghormatan kepada beliau terus saja mengalir disampaikan oleh para habib atau para muhibbin. Habib Husein Mulachela keponakan Habib Anis mengatakan, pada saat meninggalnya Habib Anis dia dan isterinya tidak mendapatkan tiket pesawat, dan baru keesok harinya datang ke Solo melalui bandara Adi Sumarmo Yogyakarta. Selama semalam menunggu, mereka seperti mencium bau minyak wangi Habib Anis di kamarnya. “Aroma itu saya kenal betul karena Habib Anis membuat minyak wangi sendiri, sehingga aromanya khas.”<br />
<br />
Dalam salah satu tausiyah, Habib JIndan mengatakan, “Seperti saat ini kkita sedang mengenang seorang manusia yang sangat dimuliakan, yaitu Nabi Muhammad SAW. Kita juga mengenang orang shalih yang telah meningalkan kita pada tanggal 6 Nopember 2006 yaitu guru kita Habib Anis bin alwi bin Ali Al-Habsyi.<br />
<br />
habib anis mkamKetika kita hadir pada saat pemakaman Habib Anis, jenazah yang diangkat tampak seperti pengantin yang sedang diarak ke pelaminannya yang baru. Bagi Habib Anis, kita melihat semasa hidup berjuang untuk berdakwah di masjid Ar-Riyadh dan kini setelah meninggal menempati Riyadhul Janah, taman-taman surga. Ketika takziyah pada pemakaman Habib Anis kita seolah-olah mengarak pengantin menuju Riyadhul Jannah, taman-taman surga Allah. Inilah tempat yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang beriman, bertaqwa dan shalih. Kita sekarang seperti para sahabat Habib Ali Al-habsyi, penggubah maulid Simtuh-durar yang mengatakan bahwa, keteka mereka hidup di dunia, mereka seolah-olah tidak merasakan hidup di dunia tetapi hidup di surga. Sebab setiap hari diceritakan tentang akhirat, tentang ketentraman bathin di surga. Dan mereka baru menyadari baha mereka hidup di dunia yang penuh cobaan.<br />
<br />
Kita selama ini hidup bersama Habib Anis, bertemu dalam majlis maulid, berjumpa dalam kesempatan rauhah dan berbagai kesempatan lainnya. Dalam berbagai kesempatan itu kita mendengar penuturan yang lembut dan menentramkan, sehingga sepertinya kita di surga. Dan kita merasakan bahwa kita hidup di dunia yang fana ketika menyaksikan bahwa beliau meninggal dunia. Namun begitu, kenangan beliau tetap terbayang di mata kita, kecintaan beliau tetap menyelimuti kita.<br />
<br />
Habib AbduLlah Al-hadad ketika menyaksikan kepergian para guru beliau, mengatakan, “Kami kehilangan kebaikan para guru kami ketika mereka meninggal dunia. Segala kegembiraan kami telah lenyap, tempat yang biasa mereka duduki telah kosong, Allah telah mengambil milik-Nya Kami sedih dan kami menangis atas kepergian mereka. Ah…andai kematian hanya menimpa orang-orang yang jahat, dan orang-orang yang baik dibiarkan hidup oleh Allah. Aku akan tetap menangisi mereka selama aku hidup dan aku rindu kepada mereka. Aku akan selalu kasmaran untuk menatap wajah mereka. Aku akan megupayakan hidupku semampukun untuk selalu mengikuti jalan hidup para guruku, meneladani salafushalihin, menempuh jalan leluhurku.”<br />
<br />
Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assagaf yang berada di Jeddah bercerita, “Ayahku Habib Ahmad bin AbduRrahman berkata kepadaku, ‘ya…Abdulkadir engkau lihat aku, ketahuilah jangan engkau menyimpang dari jalan orang tuamu’”. Ketika Habib Ahmad bin AbduRrahman meninggal dunia, Habib AbdulKadir tetap menempuh jalan orang tuanya dan dia tidak menyipang sedikitpun jalan yang telah ditempuh oleh Habib Ahmad bin AbduRrahman.<br />
<br />
Begitu juga Almarhum Habib Anis, tidak sedikitpun menyimpang dari yang ditempuh oleh ayah beliau, Habib Alwi. Hal serupa terjadi pada Habib Alwi , yang tetap menapaki jalan yang ditempuh oleh ayah beliau Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi Dan Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi sama juga menempu jalan orang tua, guru dan teladan beliau hingga sampai Nabi Muhammad SAW”……<br />
<br />
Sedangkan Habib Novel bin Muhammad Alaydrus, murid senior sekaligus cucu menantu Habib Anis mengatakan, maqam tinggi yang dimiliki Habib Anis didapatkan bukan karena berandai-andai atau duduk – duduk saja. Semua itu beliau peroleh setelah bertahun-tahun menanamkan cinta kepada Allah SWT, para shalihin dan kepada kaum muslimin umumnya. Semoga beliau dalam kuburnya melihat kehadiran kita di majlis ini, bahwa kita sebagai anak didiknya meneruskan perjuangan dakwahnya. Dalam Al-Qur’an disebutkan, ‘Dan sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam hati mereka rasa kasih sayang’. Artinya kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih Allah menanamkan kepada makhluk-makhluk rasa kasih sayang kepadanya, cinta kepadanya, sebagaimana disabdakan RasuluLlah SAW dalam hadits yang diriwayatkan imam Bukhari, “Jika Allah mencintai hambanya maka Allah akan memanggil Jibril, menyampaikan bahwa Allah mencintai si Fulan. Mulai saat itu Jibril akan mencintai Fulan, sampai kapanpun. Jibril kemudian memanggil ahli langit untuk menyaksikan bahwa Allah mencintai Fulan. Maka ia memerintahkan mereka semua utuk eneicintai Fulan. Dengan begitu para penghuni langit mencintai Fulan. Setelah itu Allah letakkan di atas bumi ini rasa cinta untuk menerima orang yang dicintai Allah tersebut, dapat dekat dengan orang itu.” Dan insya Allah Habib Anis termasuk diantara orang-orang tersebut.”<br />
<div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"><img align="BOTTOM" border="0" height="233" name="graphics3" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSEfknvR4Z7h5UjkYTrPZiMJrnWPVxQsU2Mz3etSoIFbBXWXW512C7yCuuI5k_Jnxkwm3fFa4BEYGmp5wi6jLExfMBiEOk7HVh3y9Cmx_cQY7mUXT0JRe1etThX3v3Dp2t7SGN1xcqEjo/s320/HB+Anis+and+Hb+noval.jpg" width="320" /> </div><div align="CENTER" style="margin-bottom: 0in;"> <span style="font-family: Verdana,sans-serif;"><span style="font-size: x-small;"><b>Bersama Habib Novel bin Salim Jindan</b></span></span></div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
Ada empat hal yang selalu disampaikan oleh Habib Anis kepada jama’ah yang hadir di majlis beliau, “Pertama, Kalau engkau ingin mengetahui diriku, lihatlah rumahku dan masjidku. Masjid ini tempat aku beribadah mengabdi kepada Allah. Kedua, zawiyah, di situlah aku menggembleng akhlak jama’ah sesuai akhlak Nabi Muhammad SAW. Ketiga, kusediakan buku-buku lengkap di perpustakaan, tempat untuk menuntut ilmu. Dan keempat, aku bangun bangunan megah. Di situ ada pertokoan, karena setiap muslim hendaknya bekerja. Hendaklah ia berusaha untuk mengembangkan dakwah Nabi Muhammad SAW” </div><div style="margin-bottom: 0in;"><br />
</div>Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5644689838025723695.post-58519821630880537962011-04-01T19:46:00.001-07:002011-04-03T07:12:18.933-07:00Posting Pertama<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://imamsantosa.files.wordpress.com/2010/01/kaligrafi-10.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="http://imamsantosa.files.wordpress.com/2010/01/kaligrafi-10.jpg" width="320" /></a></div><br />
Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.,.,.,.,Allah Swt,.,.Zacky Ayza (( أحمد المزكي ))http://www.blogger.com/profile/05189130894450588558noreply@blogger.com0